Dear Hanny,
A memory is a photograph taken by the heart to make a special moment last forever.
Seandainya saja, mata ini serupa dengan kamera yang sering kamu jinjing di setiap langkah kecilmu, mungkin aku sudah meyimpan ribuan album memori yang ingin kuceritakan detailnya satu persatu. Di antara tawa lepas, senyum tipis, sampai air sudut mata yang jatuh diantara sesapan latte dingin dan titik-titik air yang luruh di pelataran.
Aku baru saja pulang, Han. Menikmati teriknya matahari, menggengam air laut, menatap karang-karang cantik, sampai aroma makanan yang asing tetapi luar biasa ketika disesap. Aku menyadari. Betapa waktu telah membuat aku cepat lupa. Lupa akan rasanya berjalan di pasir putih dengan kaki telanjang, lupa akan rasanya tertawa lepas sampai jam 2 pagi diantara cerita, lupa akan rasa bahagia atas sentuhan di pundak dari teman baik, dan… lupa betapa beharganya menikmati saat ini. Sekarang. Seperti yang kamu tulis di surat indah yang telah aku terima.
There’s always gonna be that one thing you hate but you can’t change. Kamu ingat cerita kita di bawah bintang dan siluet kucing hitam di waktu itu? There’s always be that one thing that I can’t change. Tetapi, aku sudah mulai menerima. Belajar untuk menjadi diri sendiri yang kuat. Memaafkan, mengampuni, lalu mulai berjalan dengan langkah pasti sampai kamu melihat bayangan punggungku mengecil di ujung jalan. Karena, aku dan kamu percaya, ketika hidup menjadi terasa begitu sempurna, dunia akan menjadi tampak membosankan. Aku akan merayakan setiap momen. Menyimpan setiap pertemuan. Lalu meletakkannya satu per satu di album memori. Lalu nantinya kujadikan sekumpulan momen dimana kamu akan terpekik riang ketika melihatnya. Karena aku bahagia. Dengan sendirinya. Dengan sendiriku.
That one mistake you can’t take back. Keputusan yang tidak tepat. Masa lalu yang terus mengejar. Tetapi bukankah itu juga menjadi bagian dari memori, Han? Aku tak ingin – walau bukan berarti tak pernah – menyesali masa lalu. Karena rasanya seperti membawa buku yang telah penuh sesak akan tulisan, tapi aku terus menulis kisah yang sama di atas kertas yang tak berbeda. Useless. Toh, hidup akan terus berjalan. Tuhan akan terus mendengarkan. Dan kamu… akan terus berada disana untuk menepuk pundakku yang kadang terasa berat.
That one memory you would do anything to have again. Satu memori yang akan kita simpan untuk seterusnya. Sekarang. Selamanya. Kamu percaya Han, bahwa akan selalu ada satu memori yang ingin selalu kamu genggam di tanganmu? Mulai dari awal kita terjaga pagi sampai ketika mata mulai terpejam. Mungkin… Itu yang dinamakan cinta. Satu hal yang terkadang membuat kita menjadi manusia paling egois karena kita ingin terus memilikinya. Padahal, terkadang cinta memilih untuk hadir diantara saat-saat sekarang. Mulai dari sepucuk surat, matahari terbenam, angin di balik telinga, dan sebaris ucapan selamat ulang tahun di sepotong kartu kecil. Dan aku, akan menyimpan setiap momen dengan hati dan akan mengenangnya tanpa rasa sesal. I will live with no excuses and love with no regrets.
Love,
Dimas