Another Love Story #2

Kelas 1 SMU

 

Ku duduk diam di dalam kelas sambil menatap lekat cewek manis yang duduk tepat di samping mejaku. Wajahku tak mampu berpaling selain menuju ke arahnya: menatap tajam gerai rambut panjangnya dan matanya yang  indah. Mantra dihatiku pun lagi-lagi kembali kulafalkan, “seandainya saja dia milikku, seandainya…”. Tentu saja, dia tak pernah tahu kalau aku begitu menyukainya, yah, aku paham itu. Setelah lonceng kelas terakhir berdentang, dia berdiri dan melangkah pelan menuju ke arahku untuk mengambil buku miliknya yang tak sengaja tertinggal di kelas beberapa hari yang lalu. Dia mengucapkan ‘terima kasih’ dan memberikan usapan lembut di kepalaku. Ingin sekali aku mengutarakan, kalau aku ingin lebih dari bersahabat, karena aku mencintainya, tetapi aku terlalu malu.

 

Kelas 2 SMU

 

Teleponku berbunyi. Siapa lagi kalau bukan dia. Dia berbicara dalam tangisan pelan tentang hubungan cintanya yang baru saja berakhir. Dia memintaku untuk datang ke rumahnya, karena dia tak ingin sendiri dalam keadaan sedih. Tentu saja aku memenuhi permintaannya. Ku duduk disebelahnya di sofa, kutatap mata lembutnya, lagi-lagi aku berharap, seadainya saja dia milikku, tak akan pernah aku lukai hatinya. Setelah dua jam, satu film drama romantis, dan 3 bungkus makanan ringan kesukaannya, dia memutuskan untuk tidur. Dia melihatku, dan mengucapkan ‘terima kasih’ dan usapan lembut di kepalaku. Ingin sekali aku mengutarakan, kalau aku ingin lebih dari bersahabat, karena aku mencintainya, tetapi aku terlalu malu.

 

Hari Kelulusan SMU


Sehari sebelum malam perpisahan, ia menghampiriku di meja kelas. “Pasanganku untuk malam perpisahan sakit,” ucapnya pelan sambil menatapku penuh harap; dan dia pun mengingatkan perjanjian kami ketika masuk SMU, yaitu bila nanti salah satu dari kami tidak punya pasangan di malam perpisahan, maka kami akan berangkat berdua sebagai sepasang ‘sahabat’. Jadi itulah yang kami lakukan. Malam perpisahan, aku berdiri di depan pintu rumahnya. Aku hanya bisa menatapnya tanpa jeda, dan dia tersenyum dan menatapku kembali dengan mata jernihnya. Seandainya saja di milikku, tapi aku selalu tahu, dia tidak pernah berfikir sejauh itu mengenai hubungan kami berdua. Dan kemudian, dia bilang, “Aku seneng banget malam ini! Thanks ya!” dan dia pun memberikan usapan lembut di kepalaku. Ingin sekali aku mengutarakan, kalau aku ingin lebih dari bersahabat, karena aku mencintainya, tetapi aku terlalu malu.


Wisuda

 

Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Waktu berlalu begitu cepat dan hari ini adalah hari wisuda kami di kampus. Aku menatapnya seperti malaikat yang turun ke bumi, melihat sosoknya berdiri di panggung penerimaan ijazah. Aku masih menginginkannya, tetapi dia tak pernah akan mau lebih dari bersahabat, dan aku tahu itu. Sebelum kulangkahkan kaki untuk pulang, dia mendatangiku, dan menangis ketika kumemeluknya. Kemudian dia mengangkat wajahnya dari pundakku dan berkata, “kamu sungguh sahabat terbaikku, terima kasih…” dan dia memberikan usapan lembut di kepalaku. Ingin sekali aku mengutarakan, kalau aku ingin lebih dari bersahabat, karena aku mencintainya, tetapi aku terlalu malu.

 

 


Beberapa Tahun Kemudian


Sekarang aku duduk diam di dalam masjid. Wanita itu, sahabatku, menikah hari ini. Aku melihatnya mengucapkan ijab kabul dan siap menjejaki hidup baru, menikah dengan pria lain pilihannya. Aku ingin dia menjadi milikku, tetapi aku tahu, dia tak akan pernah berfikir hal yang sama. Sebelum dia meninggalkan tempat ijab kabul, dia melangkah kepadaku dan mengucapkan, “hei, kamu datang!”. Dan dia mengucapkan “terima kasih” dan memberikan usapan lembut di kepalaku. Ingin sekali aku mengutarakan, kalau aku ingin lebih dari bersahabat, karena aku mencintainya, tetapi aku terlalu malu.


Pemakaman

 

Tahun demi tahun berlalu, aku menatap pedih ke makam yang masih basah, disana berbaring selamanya yang selama ini aku sebut ‘sahabat’. Sebelum aku melangkah pergi meninggalkan pemakaman, seseorang teman memberikanku diary yang pernah dimilikinya ketika masih SMU. Inilah yang tertulis: “Aku menatapnya dan aku berharap dia milikku, tetapi aku tahu dia tak pernah berfikir sejauh itu, dan aku tahu itu. Ingin sekali aku mengutarakan, kalau aku ingin lebih dari bersahabat, karena aku mencintainya, tetapi aku terlalu malu. Seandainya saja dia mau mengatakan kalau dia mencintaiku!”

 

Aku terdiam dan aku pun mulai menangis. Sendiri. Tanpanya yang akan mengusap lembut kepalaku. Selamanya.

 

Have you ever wondered which hurts the most: saying something and wishing you had not, or saying nothing, and wishing you had?

 

Disadur dari satu cerita – Jakarta, 24 Agustus 2010.

 

#17 cup: tips memilih kos ala dimas

Daku mondar-mandir panik. Kuliah jam 7 tapi temen kos yang lagi mandi gak ada tanda-tanda mau kelar. Daku ambil diam-diam satu per satu baju dan handuknya dari celah pintu kamar mandi, dan beberapa menit kemudian terdengar teriakan putus asa, “DIMAAAAS! Kembaliin handuk gueee!”. Daku pun tertawa girang sambil siyul-siyul sembunyi di kamar.

 

Begitu lah kalo ngekos di tempat yang punya 14 kamar, tapi kamar mandi cuma dua. Untung aja kami manusia kos pemalas mandi gemar makan, hihi… Memang bener tuh, suka duka ngekos itu banyak banget. Apalagi buat daku yang ngekos di satu tempat selama 10 tahun jaman waktu di Jogja dulu! Buset kan? Dari daku jadi paling kecil dan manis sampe paling tua dan ganteng di kosan *ditendang ke selokan*.

 

Kok bisa betah sih, Dim? Nah itu dia, daku pengen berbagi di postingan ini, gimana sih caranya memilih kosan yang asik dan menyenangkan? Nanti daku ceritain ya… Tapi sebelumnya daku juga pengen cerita. Jadi pas jaman mau kuliah dulu, daku sempet diterima di HI Unpar Bandung. Otomatis, lagi-lagi daku kudu nyari kos dong ya… Setelah memilih beberapa tempat kosan di kawasan Ciumbuleuit yang harga perbulannya bisa buat beli hape 10 biji sampe yang memang manusiawi menurut daku. Akhirnya almarhumah Mama waktu itu girang banget nemu kosan yang pas banget buat daku. 

Ibu kos: “Jadi Bu, semua anak kos yang tinggal disini itu cum laude semua lho lulusnya!”

 

Mama: “Wow! Hebat banget! Dimas kamu kos disini aja!”

 

Daku: *tatapan curiga menatap Ibu Kos*

 

Ibu kos: “Iya Bu, jadi anak-anak disini itu rajin banget belajar. Gak tau ya kenapa… Mungkin memang merasa nyaman disini, hahaha”. *tertawa kejam ala Vicky Burki*

 

Mama: “Oh bagus itu, Bu. Jadi peraturan disini apa aja?”

 

Ibu Kos: “Jadi gini, kos disini itu tiap hari pulang maksimal jam 9 malam, kalo lebih dari jam itu gak bisa masuk. Kalau keluar rumah juga harus ditulis tuh di buku depan, keluar kemana, sama siapa, nomer hape temennya yang diajak jalan berapa, berapa orang perginya, dll”.

 

Mama: *bengong*

 

Daku: *nangis guling-guling di lantai*  

Untung aja daku gak jadi ambil disana, karena akhirnya tetep kuliah di Jogja, hihi *tapi gak jadi lulus cum laude dah*. Bagaimanapun juga, bener banget suasana dan temen-temen kos itu mendukung banget untuk perjalanan kuliah kita bakal seperti apa. Bisa jadi rajin belajar atau males kuliah. Walau kalo dalam kasus daku, untuk adik-adik di kos gak nyontoh kuliah daku yang lama bener. Lebih cepet Perang Diponegoro kelarnya daripada kuliah daku, huhu *injek-injek toga*.

 

Jadi baiklah, mari kita memulai tips memilih kos yang baik dan bijak:

 

1.       Mau tinggal di hotel atau ngekos sih?

Mau ngekos di kamar ber-AC, kamar mandi dalam dan TV cable? Ya boleh-boleh aja lho selama memang mampu, hihi.. Tetapi yang paling penting, sebaiknya biaya sewa kamar kos yang sesuai dengan kebutuhan kita aja deh. Inget lho, jaman kuliah itu banyak banget aktivitas yang dikerjain diluar kamar, jadi paling kita di kos cuma pas pagi dan malam hari doang. Apalagi waktu ngekos dulu buat daku, lebih baik uang bulanannya bisa spare lebih banyak buat makan enak dan beli pulsa daripada untuk kamar yang ‘fancy’, hihi. Apalagi kalo nonton TV, jaman daku kos dulu, kami lebih demen nonton rame-rame di satu kamar, jadi berasa lebih irit dan akrab.

  

2.       Pilih kesebelasan atau rombongan suporter?

Kalo bisa pilih tempat kos yang kamarnya gak gitu banyak, maksimal 20 kamar kayaknya udah rame banget tuh. Kamar kos tempat daku yang cuma belasan aja berasa rame banget, karena semuanya ngerasa pemain lenong. Tambah berisik lagi kalo pada heboh mau nentuin makan apa hari ini, nonton drama korea rame-rame, sampe maen game LAN bareng-bareng. Sebenarnya yang paling penting adanya toleransi, jadi ketenangan masih bisa terjaga. Inget lho, jam dan metode belajar tiap anak kos itu beda-beda. Kayak daku, paling gak bisa kalo ada suara musik, karena adanya pengen ambil mic dan ikut nyanyi *dijorokin ke jurang* 

  

3.       Makan apa makan apa sekarang?

Penting banget! Carilah tempat kos yang deketan dengan berbagai warung murah! Daku dulu beruntung banget di deket kos ada warung nasi, bubur, nasi goreng, sampe burger abal-abal. Jadi kalo laper tinggal koprol 3 kali udah nyampe, hihi. Karena bagaimana pun juga, anak kos itu biasanya paling males masak, jadi kalo laper tinggal beli deh. Kalau dulu di kos daku, sering banget sarapan mpe makan malam bareng, udah kayak kembar dempet belasan orang. Terus kalo bayar biasanya tinggal urunan maksimal sepuluh ribuan, perut kenyang hati senang, dan ngelirik sadis sama anak kos yang makannya lebih banyak, karena bayarnya sama, haha.

 

4.       Kami kan bukan satpam…

Keamanan kos itu penting banget. Jujur aja, selama daku ngekos yang namanya sepatu hilang ada kayaknya 20 pasang lebih, sedangkan temen-temen kos ada yang pernah kehilangan hape. Memang rada susah kalo ngekos yang aksesnya rada terbuka, cuma ada pintu gerbang doang. Tapi kalo namanya betah, mau ilang benda beharga kadang jadi dicuekin, du du du. Tapi menurut daku, kalo mau aman, cari kos yang punya dua lapis akses masuk, jadi gak sembarangan orang bisa masuk ke lokasi kos.

 

5.       Kamar daku nyaman deh!

Anak kos rentan sakit. Mulai dari flu sampe demam berdarah. Kenapa? Ya karena anak kos biasanya makan gak teratur sampe kurang menjaga kebersihan kamar. Karena itu, kalo bisa pilih kamar yang punya jalur udara (berjendela) yang baik dan gak lembab, jadi kamar cukup sehat untuk ditempati. Kalau kamar daku dulu, kebetulan di lantai dua, jadi kalo buka jendela udaranya asik banget! Tapi paling serem kalo malem, suka bayangin ada kepala tiba-tiba nongol *curcol*

 

6.       Jangan herder doang yang jaga…

Menurut daku, penting ada bapak dan ibu kos, atau minimal keluarga dari pemilik kos yang jaga. Kenapa? Karena mau gak mau ada rasa segan dari anak-anak kos kalo mau berbuat yang aneh-aneh. Selain itu kalo ada saran perbaikan kos bisa langsung disampein. Karena di kosan, apalagi kalo cowok semua, bawaannya males bersosialisasi ma ‘orang rumah’, jadi memang kudu ada satu perwakilan yang dikorbanin untuk bantu bicarain permasalahan yang ada di kos, hihi.

 

7.       Mereka keluarga, bukan sekedar teman.

Satu indikator yang membuat kita betah di kosan adalah temen-temen kos. Kebetulan daku selalu dapat temen kos yang gokil, asik, dan udah kayak saudara sendiri. Sampe-sampe barang-barang kami pun berputar seenak jidat, hari ini bisa pake jaket si A, besok pake sepatu si B, besoknya lagi pake sabun mandi si C, hihi… Intinya berbagi. Karena sama-sama jauh dari keluarga, siapa lagi yang bisa merhatiin kita kalau bukan temen kos? Daku masih inget banget, jaman kalo sakit, ya mereka yang nganterin ke dokter, beliin makan tiap hari, bikinin susu, sampe nyuciin baju*plak!*. Oke yang terakhir gak termasuk, haha.

 

 

Jadi kurang lebih itu beberapa tips untuk memilih kos yang asik. Pengen tau beberapa cerita gokil lainnya selama daku ngekos? Bisa buka link ini dan link ini. Yang pasti, daku terkadang suka kangen sama suasana ngekos jaman di Jogja dulu *ngelirik foto temen-temen kos dulu*. Jadi kalau kamu, ada tips lainnya atau cerita seru jaman ngekos dulu? Sharing yuk! (*)