#Day13: Bantuan Tak Terduga

Pagi ini untuk pertama kalinya saya terpaksa menyetir sendiri dari rumah menuju tempat meeting di bilangan Sudirman. Sejujurnya karena sampai saat ini saya belum begitu lancar menyetir mobil, saya merasa tidak percaya diri, ditambah ketika hujan mulai turun dan jalanan semakin padat merayap, saya semakin khawatir lalu kemudian mengurungkan niat untuk meneruskan perjalanan. Akhirnya baru setengah perjalanan saya memutuskan untuk memarkirkan kendaraan di salah satu perkantoran random dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan taksi.

Setelah meeting saya pun kembali ke kantor sendiri dengan taksi dan tentunya semua berjalan dengan baik-baik saja. Tetapi selama di kantor saya berpikir, “Bagaimana caranya untuk pulang nanti, ya?”. Terbayang harus naik taksi lagi, membelah kemecetan Jakarta, dan kemudian harus menyetir kembali ke rumah. Membayangkan saja rasanya sudah cukup khawatir. Saya terus berpikir dan hanya bisa menggumam dalam hati. Tepatnya, pasrah saja untuk menjalani satu-persatu perjalanan yang harus ditempuh.

Di saat jam pulang saya menyempatkan berkeliling kantor dan mengajak ngobrol santai beberapa teman baik, mulai dari Natalia yang baru pindah posisi meja sampai ke Rahne yang sedang berkemas-kemas hendak pulang. Saya pun menceritakan pengalaman hari ini kepada mereka dan Rahne pun berbagi cerita tentang niatnya untuk nonton film bersama suami di Plasa Senayan. Saya langsung bertanya, “Kak Rahne! Boleh nebeng gak ke Senayan City?”. Tentunya jawabannya boleh dan saya pun diantar dengan motor Vespa yang cantik bernama Clementine. Selama perjalanan kami masih sempat ngobrol ringan tentang banyak hal.

Di Senayan City saya menghubungi sahabat lama saya Ryan yang bekerja sebagai presenter berita di salah satu TV swasta yang berkantor di gedung yang sama. Ternyata dia belum pulang dan kami pun menyempatkan untuk ngobrol sambil makan malam. Selanjutnya, saya diantar Ryan menuju tempat saya menitipkan mobil. Rasanya senang sekali! Alih-alih saya berdiam diri dan memutuskan sendiri apa yang harus dilalui, saya mencoba berbagi cerita saya kepada teman-teman baik saya. Rasanya semua menjadi tampak mudah.

Hari ini mengajarkan saya, bahwa ketika kita ada kekhawatiran atau ketidaknyamanan, tak ada salahnya kita untuk berbagi cerita. Terkadang tanpa disangka-sangka akan datang bantuan dari berbagai arah yang tak pernah kita duga!

Seperti saya hari ini, semua tampak simpel tetapi kebaikan yang diberikan oleh teman-teman baik saya membantu untuk bisa mencapai apa yang saya perlukan yaitu selamat sampai tujuan – tanpa rasa lelah. Begitu pun dengan hidup kita, terkadang rintangan akan selalu ada, tetapi apabila kita hanya berdiam diri dan pasrah dengan keadaan, tentunya kita tak boleh berekspektasi akan mendapatkan bantuan yang tetiba jatuh dari langit dengan sendirinya. Semua perlu komunikasi dan tentunya usaha. Terkadang perlu juga ditambah sedikit keberuntungan, haha.

Setidaknya selain mendapatkan pengalaman bahwa bantuan bisa datang dalam keadaan yang terduga, saya juga belajar, bahwa belajar menyetir mobil tidak bisa setengah-setengah. Misalkan, belajar parkir mobil juga sangatlah penting. (*)

#Day11: I Love Monday

Suatu ketika di satu kedai kopi, teman saya menyatakan kekesalannya sambil membaca linimasa akun soial media rekannya yang penuh keluhan akan pekerjaannya, “Kalau memang sudah gak nyaman, kenapa harus bertahan, sih? Kenapa gak resign aja dan cari kerjaan baru?”. Ia pun terus scrolling sambil terus berkomentar.

Teman saya yang lain pun menimpali, “Gak semudah itu juga kali dapat kerjaan baru. Banyak yang harus dipertimbangkan. Misalkan kayak gue, siapa yang mau bayarin cicilan kartu kredit gue? Haha”.

Saya pun ikut tertawa sambil manggut-manggut setuju. Kemudian saya pun bertanya sambil mata tetap tertuju ke layar laptop, “Memangnya gimana cara termudah supaya kita tahu kalau kita masih nyaman atau tidak di tempat kerja?”.

Teman saya lainnya pun menimpali, “Cara termudah? Gampang, Dim. Kalau lo setiap Senin pagi dan ketika mau berangkat kerja rasanya berat banget, artinya lo udah gak nyaman. Simple, kan?”.

Saya pun memandang teman saya, “Suka atau tidak suka akan Senin? Semudah itu?”. “Iya, semudah itu,” teman saya menjawab dengan yakin.

Saya pun mulai berpikir apakah selama ini saya pernah benci hari Senin? Well, rasanya saya selalu bahagia untuk datang ke kantor di Senin pagi. Bahkan hampir setiap hari saya selalu berusaha untuk hadir sejam lebih awal dari jam masuk kantor. Saya mencintai hari Senin sama halnya dengan hari-hari lainnya. Walau ketika harus bertemu dengan deadline, saya terkadang tidak menikmati hari apa pun yang berputar terlalu cepat, haha.

Bagi saya terkadang ketidaknyamanan itu menular. Ketika kita membaca tulisan atau update yang berisikan kemarahan atau kekesalan yang terus-menerus di social media rasanya seperti menekan tombol negatif di dalam diri orang lain. Layaknya dementor. Mengisap rasa bahagia dengan seketika.

Makanya tidak jarang saya mendengar teman yang unshared temannya di Path karena, “Ah isinya ngeluh melulu, capek bacanya”. Atau teman saya yang lain dengan segera unfriend temannya di Facebook karena lelah membaca kekesalan temannya akan salah satu tokoh politik. “Move on kali, capek bacanya,” ujarnya sambil merengut.

Terkadang kita tak sadar, social media menjadi ranah umum. Tidak ada rahasia yang betul-betul rahasia, karena itulah kita harus bijak untuk update sesuatu di akun yang kita miliki. Lalu, bagaimana caranya dong kalau ingit curhat? Hm, karena itulah Tuhan menciptakan orang-orang yang kita panggil keluarga atau sahabat, seringnya cerita secara langsung biasanya akan membuat lebih lega. Karena pada akhirnya, kita ingin didengarkan, bukan untuk dibaca, dikomentari, lalu harus kehilangan pertemanan karena emosi sesaat. Nah kamu sendiri, do you love your Monday? (*)