White lies. Pasti kita semua pernah dengar kata-kata itu, dan bisa dipastikan pula kita semua mungkin pernah melakukannya. Dusta putih. Entah kenapa dinamakan dusta putih. Apa karena putih itu indentik dengan suci dan tulus? Memangnya ada gitu kebohongan yang tulus? Bohong ya… bohong aja. Ya itu lah white lies. Aneh tapi penting. Toh biasanya white lies ini dilakukan oleh orang-orang demi kebaikan bersama. Demi ketentraman hati. Tak ada friksi. Living happily ever after.
Tapi kalau dipikir-pikir, setiap hari kita pasti melakukan hal-hal kecil yang termasuk white lies itu. Entah dengan teman, keluarga, dosen, teman sekantor, atau bahkan orang yang baru saja kita kenal. Nah buat kamu yang belum tahu dusta putih seperti apa, perhatikan beberapa adegan berikut ini:
Adegan 1
Cowok: “Cinta, aku pergi dulu ya, temen-temen di kampus udah nungguin, tugasnya mau dikumpul besok nih.”
Cewek: “Ah darling, gitu banget sih?! Ntar lagi deh, kan masih kangen.”
Cowok: “Gak bisa cinta, nanti aku kesini lagi ya abis dari kampus, okey?”
Cewek: *dalam keadaan ngambek* “Iya deh kalo gitu.”
Kenyataan: Cuma pengen kumpul di kos temen maen Play Station, kompetisi Winning Eleven coy!
Hikmah: Daripada minta ijin malah dimaki-maki ceweknya kemudian ikutan nungguin maen PS? Gak seru banget! Capek deh…
Adegan 2
Teman cewek 1: “Ya ampun say, kamu tambah cantik aja sih? Kurusan lagi, pake apa ni?” (dalam hati, “du du du… tambah gemuk banget si sekarang?”)
Temen cewek 2: “Ah kamu bisa aja siy jeng, gak kok, gue masih segini-segini aja” (berbunga-bunga, tak tahu dibohongi).
Kenyataan: Basa basi yang gak penting gitu deh.
Hikmah: Membuat teman bahagia bukannya berpahala? Hihi…
Adegan 3
Papa: “Dimas udah sampe mana skripsinya?”
Dimas: “Lumayan lah Pa, dah jalan kok” (jalan ditempat, red)
Papa: “Baguslah, nanti kalo butuh data lagi bilang sama Papa ya.”
Dimas: “Sip Pa”
Kenyataan: loh, kok adegan ini bisa ikutan masuk?! Ini kan bukan white lie!
Hikmah: Cepetan kerjain skripsinya, ngeblog mulu!
Adegan 4
Pewawancara: “Mas udah pernah kerja ya?”
Pendaftar kerja: “Udah Pak, di salah satu perusahaan minyak”
Pewawancara: “Loh kenapa keluar dari kerjaan anda?”
Pendaftar kerja: “Saya mencari tantangan yang lebih tinggi, dan dengan kapasitas dan latar belakang pendidikan yang saya miliki, saya yakin diperusahaan bapak nantinya saya dapat memberikan kontribusi yang berarti.”
Kenyataan: Amit-amit deh kerja di perusahaan minyak itu lagi, udah kerja rodi, dimarahin terus pula sama bos bule gila itu.
Hikmah: Memperlancar proses wawancara, dan mana tahu bisa keterima?
Ya begitulah beberapa adegan kebohongan putih. Ya… sebenarnya banyak dusta putih yang lebih layak untuk dilampirkan. Tapi semoga saja beberapa adegan itu sudah bisa mewakili, hehe…
Anyway, memang tidak pernah mudah untuk menjadi jujur dalam segala situasi. Karena bagaimanapun teman, ketika kita memulai suatu dusta entah itu dusta putih, hitam, krem, abu-abu, atau biru, pasti kita tidak bisa berhenti. Kebohongan akan diselesaikan dengan kebohongan lainnya. Seperti lingkaran setan. Never ending lies.
Ingat kan dengan peribahasa, karena nila setitik, rusak susu sebelanga? Bayangkan, hanya karena kita bermaksud basa-basi ternyata malah menyakiti perasaan teman. Atau ketika kita mencoba menutup-tutupi suatu permasalahan, ternyata malah menjadi beban kita sendiri. Walau kadang berkata jujur itu berat, toh semua akibat yang muncul masih bisa dibicarakan bersama, walau pahit, kadang. Yah seperti kopi, kita bisa membuat kopi yang berasa manis, dicampur dengan susu, ataupun pahit pekat. Toh, kita sendiri yang menentukan bukan?
Eh tapi, kalau ketemu dengan aku, jangan ragu untuk bilang,
“Ya ampun Dimas, tambah kurus aja nih, beneran!” atau
“Hei, tambah ganteng aja lu, apa kabarnya?”
Dan akan selalu kumaafkan dusta putih itu. Somehow, I love white lies.
Untuk Dek Hendri, tunggu kedatanganku di Centro ya, white lies itu akan kita lakukan, haha…