#Day3: What Are You Reading Right Now?

Di antara kemacetan jalanan Jakarta, daku mulai tenggelam membaca jajaran berita online di gadget daku yang menggunakan jaringan stabil XL Hotrod 3G+ *tetep iklan, haha*. Mataku pun terhenti di salah satu judul “Resolusi Tahun Baru Paling Populer 2013”. Sebelum daku baca kontennya, daku berfikir, “Ah, palingan resolusinya gak jauh-jauh dari kalau gak pengen tambah sukses, ketemu jodoh, atau bisa jalan-jalan, gitu”. Pasti kamu mikirnya juga begitu, kan?

Tapi ternyata pemirsa, jawabannya salah dan diluar pemikiran daku semua. Dari 2,000-an responden yang disurvey oleh perusahaan tersebut, katanya resolusi terbanyak yang dipilih responden mereka adalah untuk lebih banyak membaca buku! Wuih, gak kebayang, ya… At least, gak kebayang sama daku, hihi. Padahal kalau dipikir-pikir ada benernya juga. Coba bayangin buat kamu yang masih sekolah, kadang buku pelajaran yang harus dibaca aja udah segambreng, belum lagi kalau mau ada ulangan kudu baca-baca lagi. Jadinya, buku lain yang menjadi pilihan untuk dinikmati palingan komik atau majalah. Apalagi buat kita yang udah kerja. Widih, bisa baca koran aja udah bagus, bukan? Hihi… Baca buku kadang jadi kemewahan tersendiri. Karena harus meluangkan waktu yang udah tersisa sedikit, belum lagi digambah gempuran media online dengan content menarik yang gak kalah menggoda dan bisa diakses dimana saja.

Buat daku sendiri, sebenarnya buku itu adalah jendela dunia. Teringat waktu kecil dulu kudu ikut orang tua tinggal di beberapa kota terpencil  yang hiburannya selain main sesama teman sekolah & temen komplek, ya gak ada lagi. Jadi pilihan daku waktu itu hanya baca majalah orang tua dan buku-buku. Bahkan, kalau dipikir-pikir pun, daku lebih sering baca majalah Intisari waktu jaman SD dibandingin sekarang.

Kembali ke buku, kenapa daku semakin demen beli buku karena waktu jaman ngekost di Jogja dulu, bokap dan almarhumah nyokap itu gak pernah marah kalau duitnya habis untuk dua hal: makan dan beli buku. Jadi walaupun sebenarnya duit habis buat ngedon di warnet berjam-jam, daku bilangnya habis buat beli buku *dikutuk jadi patung Pancoran*. Jadi koleksi bacaan daku yang ajaib mulai dari buku mata kuliah sampe buku gambar pun daku baca. *hening*

Kalau diliat-liat, koleksi buku daku sekarang pilihannya gak serandom kayak jaman sekolah or kuliah dulu, sih. Sekarang kalau beli buku biasanya gak jauh-jauh dari novel fiksi or non fiksi karangan teman-teman sendiri yang memang keren tulisannya, plus buku yang gak jauh dari dunia social media yang menjadi passion daku saat ini. Kalau ada pertanyaan,

What are you reading right now?

Daku berencana akan memulai membaca buku-buku yang udah daku beli dan masih dalam plastik. Belum ada spesifik buku mana yang akan dimulai dibaca, tapi yang pasti mau nyelesain dulu satu buku berjudul “Social Media 101”. O iya, buat kamu yang punya banyak koleksi buku, temen-temen daku di @KopdarJakarta bakal ngadain lagi tuh kopdar #TukarBuku. Dimana kamu bisa menukarkan buku koleksi kamu dengan koleksi buku temen-temen lainnya. Seru, kan? Bermodalkan buku lama, kamu bisa mendapatkan pinjaman buku lain yang mungkin kamu memang sudah lama pengen baca. Ikuti aja akun Twitternya untuk updatenya, ya!

Jadi, buku apa nih yang sedang kamu baca sekarang? 🙂 (*)

#Day2: Can People Change?

Dapatkah manusia berubah? Pertanyaan ini menghantui daku #tsah. Selama perjalanan hidup daku, I’ve seen people change. Perubahan tak hanya dari penampakan fisik, tapi bisa dari sisi emosional, atau pun hal-hal yang sangat personal. Daku pribadi, beberapa kali pangling ketemu teman lama kita yang sekarang berubah menjadi hits banget, ataupun temen lama yang dulu dikenal preman banget waktu jaman sekolah dan sekarang menjadi orang tua yang penuh kasih sayang. Daku yakin, kamu pernah juga menemukan beberapa perubahan yang luar biasa atau bahkan perubahan yang menyebalkan dari orang-orang di sekeliling kita.

Menurut daku, berubah itu merupakan pilihan. Walau seorang teman baik bilang,

People change, and often they become the person they said they will never be.

Ah, semua jadi tampak make sense. Daku sendiri mungkin juga berubah. Jaman kuliah, daku tak pernah berfikir bakal mau kerja di Jakarta, minum kopi Starbucks yang dulu daku caci-maki karena harganya yang gak masuk akal (iya, jaman kuliah dulu), atau pun sesimpel menggunakan kata “gue, elo” di dalam percakapan. Dulu, daku ogah banget seperti itu, tapi liat sekarang. Tampar daku Kak! Tampar daku! 😐

Belum lagi, pengalaman sewaktu tinggal di luar negeri, sebagai manusia, ego juga berubah. Pernah daku berkumpul dengan sesama anak muda Indonesia yang bekerja di Bangkok, lalu tibalah obrolan beberapa alasan kenapa mau kerja di luar negeri. Salah satu yang mengejutkan and but it is true, rasa gengsi dan (be)rasa keren kerja di luar negeri itu ada. Walau kalau udah sampai sana, makan deh itu gengsi, adanya juga galau berjamaah karena rindu kampung halaman atau sekedar ingin makan sepiring nasi Padang. Kadang kami mentertawai diri sendiri dan saling mengingatkan untuk selalu menginjak bumi. In the end, we are only workers, mencari pengalaman kerja dan nantinya akan kembali lagi.

Jadi untuk pertanyaan,

Can people change?

Ya. Manusia bisa berubah. I’ve learned that things change, people change, and it doesn’t mean you forget the past or try to cover it up. It simply means that you move on and treasure the memories. So, what do you think? (*)