Semakin lama saya semakin lupa rasanya menulis dengan jari tangan. Setiap hari jemari ini lebih jamak menyentuh papan huruf di laptop, gawai, dan benda teknologi lainnya. Hal ini bukan saya saja yang mengalami, tetapi saya yakin banyak orang yang turut merasakannya. Contohnya saja rekan sekantor saya Garth yang penasaran ketika melihat saya menulis semua jadwal meeting di dalam agenda hitam saya. “Jadi setiap hari lo catet semua jadwal di buku itu, Kak?,” tanya Garth.
“Iya, tapi tetep sih Kak, semua jadwal aku masukin lagi ke dalam gadget supaya tak lupa. Vice versa. Jadi kalau ada undangan via email akan langsung aku catat di buku ini,” jawabku sambil semangat. Bagi saya, kegiatan ini juga menyalurkan kesukaan saya menulis dengan pulpen dan terkadang memberikan warna tulisan berbeda untuk tujuan yang berbeda pula. Bisa untuk janji pertemuan yang personal sampai hari ulang tahun teman-teman. Hal ini sebenarnya sudah saya lakukan sejak masa kuliah. Saya gemar mengumpulkan beragam alat tulis dan menulis catatan dengan rapi.
![](http://i307.photobucket.com/albums/nn288/dimasnovriandi/kartupos_zps946bc42e.jpg)
Bagi saya, menerima kiriman kartu pos menjadi pelipur lara dimana saat ini hampir tak ada lagi teman atau saudara yang mengirimkan surat dengan tulisan tangan untuk bertukar kabar. Semua sudah tergantikan dengan teknologi yang semakin canggih dan terus tergantikan dengan cara baru. Pada akhirnya saya sering menjawab pertanyaan teman-teman saya yang menanyakan mau oleh-oleh apa ketika mereka akan menuju suatu tempat, saya pun dengan cepat menjawab, “Kalau tak merepotkan, boleh ya kirimin aku kartu pos”. Walau pun terkadang dibalas dengan tatapan bingung, pada akhirnya mereka pasti mengirimkan sehelai kartu melalui pos dengan kegembiraan yang tertulis dengan jelas. Mungkin mereka tak pernah sadar, kegembiraan itu menular dan saya menyimpan kegembiraan itu di setiap kartu yang akan saya jaga dengan baik.
Pertanyaannya, kapan kamu terakhir kali menerima/mengirimkan kartu pos? (*)