shani dan aku

Shani dan aku. Dua manusia highlander kampus (angkatan tua yang masih beredar, -red) yang sebulan lebih terakhir menghantui setiap sudut kampus Hukum UGM. Dari ruang kuliah di pagi bolong sampai perpustakaan di malam hari. Tampak selalu sibuk berdua. Seperti Dora The Explorer dengan monyetnya (argh, aku monyetnya dong!). Kadang datang dengan wajah cerah ceria, kadang muncul dengan wajah kusam berminyak (tapi untung kami berdua punya kemampuan advanced dalam menggunakan kertas minyak untuk wajah, hihi).

Tidak pernah mudah menjadi mahasiswa peninggalan pra sejarah yang mengejar ketertinggalan dalam banyak hal, misalnya beberapa mata kuliah yang harus dibenahi, skripsi yang menggantung manis, sampai ujian-ujian lisan yang bagaikan mimpi buruk, ugh! Apalagi kami harus melakukannya diantara jadwal-jadwal keartisan kami yang cukup padat, halah!

Beneran, begitu banyak masa sulit yang harus dilalui, salah satunya:

Ujian Hukum Organisasi Pengusaha dan Pekerja.

Bahan tentang Lapindo, check.

UU Serikat Pekerja, check.

UU Ketenagakerjaan, check.

Jadwal ujian, hah kapan ujiannya ya?

Dimas : “Shan, kita bukannya kudu ambil jadwal ujian dulu di pengajaran?”

Shani : “Iya ya, yuk kita ambil Dim, kali aja dah keluar.”

…. meluncur ke pengajaran …

Shani : “Bu, permisi mau ambil jadwal ujian vak khusus…”

Ibu : “Hyuk… Ini bo jadwalnya, ambil aja, capcus!” (Gak mungkin kali Ibunya ngomong kayak gini, hihi).

… dan tiba-tiba ….

Shani : “DIM! (Shani dengan wajah shock). Ujiannya itu ternyata… NTAR SIANG!”

Dimas : “HAH?! (muka kaget ala Aming). Aduh Shan, mene kite siap! Gimana nih? Gimana?! (meratap dengan wajah tertindas ala Marshanda)”

Shani : “Kita ke dosennya aja minta mundurin jadwal. Harus berhasil!” (dengan efek api yang berkobar-kobar di kepala Shani).

Kami bergegas menuju lantai 2 untuk mencari Pak Ari, dosen muda nan baik hati untuk memintanya memundurkan jadwal ujian.

Shani : “Pak boleh ya mundur, kami baru tahu kalo jadwal ujiannya hari ini.”

Dimas : “Iya Pak Ari, bisa ya dimundurin, yang pasti jangan sekarang…”

Setelah merayu dengan kekuatan full power akhirnya kami pun berhasil, YES! Tapi…

Kalian harus mencari yang namanya Agung dan Yuharti. Mereka harusnya ujian bareng kalian. Minta persetujuan mereka untuk memundurkan jadwal. Setuju?”

Shani dan Dimas : “S-I-P!”

Strategi diatur. Aku bagian mencari data mereka berdua di bagian akademik dan Shani bagian menelpon kedua manusia itu. Berkat wajah tampan dan tak berdosaku yang memang udah bawaaan lahir (oke, oke, bagian tampannya harus dihapus), meminta data mahasiswa lain bukanlah pekerjaaan yang masuk kategori sulit. Gak perlu lah sampai seperti di adegan novel Jomblo, yang salah satu tokoh harus berpakaian ayam untuk mendapatkan data lengkap sang pujaan hati.

Dimas : “Shan, ini no telpon Agung, yang ini no telpon Yuhar.”

Dengan bekal kemampuan sebagai penyiar handal di salah satu radio swasta ternama di Jogja, ini juga hal yang mudah buat Shani untuk bernegoisasi via telpon. Agung berhasil diatasi. Tapi permasalahannya adalah dengan wanita ini, Yuhartiningsih.

Ditelpon ke HP gak diangkat-angkat. Ada kali lebih dari 20 kali kita berdua mencoba menelpon dia (akhirnya menjadi kita, karena akhirnya aku harus turut serta mencoba menelpon mahasiswi satu ini karena geregetan tingkat murka).

Sempat putus asa. Tapi untung saja, karena kita berdua mempunyai bekal kecerdasan yang diatas rata-rata, kami memutuskan untuk menelpon rumahnya yang di Jakarta.

Shani : “Selamat siang. Ibu, saya Shani temen kuliahnya Yuhar. Kebetulan kami akan ujian bareng dan saya kesulitan menghubungi Yuhar. Apakah benar no HP Yuhar 081********* ?”

Ibu : “Waduh saya malah gak tahu kalo ada no HPnya.”

*krik… krik… krik…*

Shani terdiam.

Shani : “Hm mungkin ada no lain yang bisa dihubungi?”

Alhasil kami pun mendapatkan no telpon kos Yuhar dengan sukses. Walau masih dengan keadaan bingung. Masa ibunya sendiri gak tahu kalau anaknya bawa HP? Du du du… Jangan-jangan kita yang membuka rahasia Yuhar ke ibunya kalau dia punya HP? Salahkan Shani ya, jangan aku, hihi….

******

Shani : “Selamat siang Mbak, bisa bicara dengan Yuhar?”

Mbak kos : “Yuhar? Wah udah dari tadi kali Mbak dia berangkat ke kampus. Kurang lebih setengah jam yang lalu. Dan kayaknya HPnya ketinggalan di kamar tuh.”

Yah! Pantesan ditelpon sampai mabuk gak ada yang ngangkat. Huh!

Dan kemudian….

Shani : “Dim, kita harus berbuat sesuatu. Aku akan panggil nama Yuhar keras-keras setiap ngelihat mahasiswi yang tampangnya agak tua.”

Dimas : “Ayo Shan, berjuanglah!”

Dan Shani mulai bergerilya. Tampak cewek yang duduk sendirian agak jauh di sebelah kami. Ya memang dia kurang beruntung memiliki wajah yang agak lebih tua, minimal dari kami berdua, hihi…. Shani pun menghampiri mbak itu.

Shani : “Permisi, mbak Yuhar ya?”

Gagal. Ternyata bukan.

Shani meneruskan perjuangannya. Karena kelaparan, kami memutuskan makan siang di kantin kampus yang masih baru. Dan sepanjang perjalanan ke kantin pun Shani masih memanggil-manggil nama Yuhar dengan nada oktaf yang cukup tinggi untuk didengar orang sekitar dengan radius 1 kilometer, hihi.

Pas masuk ke kantin Shani masih keukeh bertanya ke setiap mahasiswi bertampang tua apakah dia bernama Yuhar. Kali aja Yuhar suka nongkrong di kantin gak jelas kayak mahasiswa-mahasiswi lain? Ah, tapi usaha ini masih tak menunjukkan tanda keberhasilan.

Kemudian terjadilah hal yang paling outstanding dari Shani yaitu adegan dia yang dengan heroiknya masuk ke dalam perpustakaan yang ramai mampus seperti bakal ada mini konser Ungu di dalam ruangan. Dan apakah yang dilakukan Shani disana? Dengan kekuatan bulan ala Sailor Moon dia bertanya hampir kepada SETIAP wanita yang ada di perpus.

Shani : “Mbak Yuhartiningsih bukan?”

Benar-benar adegan yang menggugah hati dan mengharukan.

******

Singkat cerita. Akhirnya kami berhasil mengikuti ujian mata kuliah itu, berempat, tak kurang. Dan ujian lisan itu berlangsung dengan penuh kegagalan, hihi… Akhirnya kami pun harus bertatap muka untuk ujian dengan dosen itu selama 3 kali, termasuk mengerjakan paper dua kali.

Yah dunia kampus bagaimanapun menyenangkan. Dunia yang tak akan kita temui lagi setelah bekerja nanti. Aku dan Shani, benar-benar menikmati masa-masa terakhir kami di kampus. Bukan hanya karena kami sementara sudah mengumpulkan tiga nilai A di semester ini (sombong banget ya? Hehe…), tapi karena saat seperti ini kami benar-benar merasakan perjuangan untuk menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa. Dan satu hal lagi, persahabatan yang awalnya muncul karena persamaan nasib, mahasiswa highlander, menjadi persahabatan yang unik diantara kami. Persahabatan yang teruji diantara ruang-ruang kuliah, perpustakaan sampai di hadapan dosen ketika ujian lisan. Yang pasti, yakinlah Shan, kita pasti bisa berhasil lulus dengan penuh rasa bangga nantinya. Ayo teruskan berjuang! Eh tapi… gimana kita bisa selesai kuliah kalau skripsi kita masih dianggurin ya? Duh! (*)

Author: Dimas Novriandi

An Indonesia-based lifestyle blogger covering city life, style, travel, gadget, book and menswear world.