tiga asap bernafaskan cinta

Tetes hujan membasahi dinding kaca yang berdebu pekat. Titik air membentuk seburat garis tak beraturan. Rinai hujan pun mulai sepi seiring malam yang semakin kelam. Aku tahu, engkau belum lah terlelap. Karena aku yakin, kita berdua, menyilau bulan yang serupa. Ku disini dan engkau di ujung sana, entah dimana. Kamu tahu apa yang membuatku perih? Aku dan kamu, menatap tajam rembulan yang sama, disaat yang sama, tapi aku tak dapat menatapmu lekat.

Mataku terhenti pada sebatang rokok putih dan sekotak kecil korek tergeletak tak bertuan. Sungguh aku tak pernah ingin menyentuhnya sebelum ini. Tapi entah mengapa tanganku bergerak teratur mengambil rokok itu, kuselipkan di antara telunjuk dan jari tengah. Kuentakan korek, panas api itu pun menjalar pelan di ujung gulungan tembakau. Aroma asap kematian membuncah. Kutarik benda asing itu ke arah bibir, kuhirup pelan, lalu kuhela tipis…

Asap pertama keluar dari bibirku….

Cinta itu seperti hujan… Aku tak pernah paham seberapa deras tetes air itu akan jatuh dan entah sampai kapan hujan itu akan membasahi bumi.
Kamu tahu kapan cinta akan datang dan pergi dari hatimu? Jangan tanya aku, aku tak pernah tahu. Karena hujan itu masih terus membasahi hatiku tanpa pesan.

Asap kedua kehumbus pelan keluar dari bibirku…

Cinta itu seperti musik… Kita bisa bersenandung lagu yang sama dan menari tanpa dahaga.
Tapi bila mana musik itu akan terhenti? Aku tak tahu, karena aku masih terus menari walau musik cinta itu telah berakhir.

Asap ketiga mengalir keluar dari bibirku…

Cinta itu seperti sebatang rokok yang kuhisap… Sungguh manis terasa di bibir di awal sentuhannya, terlena dalam setiap hela hembusannya, tapi semua akan terhenti seketika bila aku tak mampu mempertahankan bara yang tersisa.

Ah… Sudah lah, cukup tiga hirupan asap. Untuk apa aku sisakan bara bila api hanya akan membakar asmara menjadi debu? Aku melangkah pergi, bersama angin membasuh tubuh dan tetes air mata yang membasah di ujung kedua mata. Dalam hati ku berkata padamu, “Mungkin bagi dunia, cintamu hanyalah setitik perasaan, tapi bagiku, cintamu adalah seluruh duniaku….” (*)

dear diary

Free Image Hosting at allyoucanupload.com

Dear Diary,

Aku sedih. Hatiku hilang. Aku lelah mencarinya sampai aku terlelap. Dalam tangis kutanyakan pada setiap orang yang kutemui, “engkau tahu dimana hatiku? Tolong bantu aku mencarinya,” pintaku iba.

Diary, aku masih gundah. Aku mungkin pelupa. Tapi aku yakin, rasanya sungguh tak mungkin aku meletakkan hati ini diluar sadarku. Lagi pula, siapa yang tega membiarkan satu-satunya hati ini tersia-siakan?

Atau jangan-jangan… Iya! Aku yakin dia yang mencuri hatiku! Dia yang punya mata tajam dan senyum yang indah. Tuhan, kenapa Kau biarkan satu malaikatmu menampakan diri dihadapanku?

Sayang, baginya aku hanya embun pagi, hilang tak berbekas diterpa hangat sinar mentari, dan esok pun akan selalu tergantikan.

Ah, lebih baik kubiarkan dia mencuri hatiku. Tolong, jika engkau bosan dengan hatiku, kuburkan dia di sebelah hatimu. Tak perlu nisan. Karena aku terlalu rapuh akan kenangan.