#DAY7: Keluarga Yang Kita Pilih

Saya percaya setiap individu pasti memiliki minimal seorang sahabat dalam hidupnya. Sosok dimana kita bisa menceritakan apa saja, yang tahu banyak mengenai kisah hidup kita, serta menempatkan nama kita di dalam doa yang selalu diucapkan setiap harinya.

Kembali pada masa ketika masih duduk di bangku sekolah, saya pernah yakin setiap hubungan persahabatan yang saya miliki pasti tak akan terpisahkan sampai tumbuh dewasa. Kami akan selalu bersama, saling menjadi prioritas utama, dan tak akan pernah lupa untuk bertukar kisah setiap saat. Dunia yang sangat ideal versi saya.

Tetapi dunia yang saya kenal kini, semua menjadi berbeda. Teringat waktu di bangku kuliah saya pernah membaca satu artikel yang mengatakan ketika kita mulai menua, lingkaran pertemanan akan semakin mengecil, tereduksi karena berbagai situasi, dan akhirnya akan tersisa mereka yang benar-benar saling memahami satu sama lain. Awalnya tentu saya tak begitu saja percaya, tetapi ternyata itulah kenyataan yang harus dihadapi.

Ketika dunia sudah penuh dengan kesibukan bekerja dan/atau berkeluarga, kita mulai merasakan dimana sebagai manusia kita tumbuh dan berkembang ke berbagai arah yang berbeda. Apa yang kita baca, apa yang kita hadapi, apa yang kita yakini, serta apa yang kita temui sehari-hari, semua juga berbeda. Begitu pun pola berfikir.

Hal kecil saja, ketika saya membuka linimasa akun Facebook saya terkadang saya mengerenyitkan dahi, “Kenapa teman lama saya bisa berfikir seperti itu ya menanggapi isu ini?” atau “Kok dia bisa percaya berita yang belum tentu benar ini, ya?”.

Sedangkan di dunia pararel, mungkin teman lama saya berpikir hal yang sama mengenai saya ketika membuka linimasa Facebook atau Twitter saya, haha. Bisa jadi. Tentunya saya sangat menghormati pendapat orang lain di social media, toh kami sama-sama tidak saling terganggu secara langsung.

Anyway, apa yang ingin saya ceritakan adalah rasanya begitu bahagia ketika kita bisa menjaga lingkaran pertemanan untuk jangka waktu yang cukup lama. Apalagi pasti kita punya kenangan-kenangan yang kita jaga sampai sekarang dengan mereka yang dekat di hati. Misalkan saya yang masih mengingat saat-saat kuliah dimana bersama para sahabat merasakan kehujanan naik motor, makan di warung pinggir jalan dan harus berbagi lauk, sama-sama sedih karena tak bisa ikut keriaan di kampus karena harus kerja part time sehari dua kali, saling mendukung ketika mengerjakan tugas akhir, sampai banyaknya kesamaan – dan perdebatan yang harus dilalui bersama.

Nah, kemarin saya bahagia sekali bisa bertemu kembali dengan sahabat-sahabat yang sudah terjalin selama 14 tahun lamanya sejak sama-sama masih kuliah di Jogja. Kami biasanya saling kontak hanya melalui group WhatsApp, mengingat beberapa dari kami tinggal di luar kota dan luar negeri tetapi kebersamaan masa lalu menguatkan kami. Tak ada yang berubah, masih menertawakan kebodohan-kebodohan yang pernah kami lakukan, menceritakan berita yang tertinggal, serta merayakan masa-masa bisa berkumpul bersama. Priceless.

Hari, Ira, Pepy, Rizal, Mamas, dan Raja

Sungguh tiada yang lebih menyenangkan selain bisa bertemu dengan para sahabat yang mengetahui perjuangan hidup kita dari masa lalu, yang percaya kita bisa melakukan apa yang kita cita-citakan, dan selalu menggandeng tangan kita ketika merasa ragu. Mereka adalah keluarga yang kita pilih. Tentunya saya berdoa semoga persahabatan ini akan terus berjalan sampai ujung waktu. Bersama mereka, bersama sahabat-sahabat saya yang lain, dan tentu juga kamu yang telah berkenan berkunjung ke blog saya.

Oh iya, sudahkah kamu menghubungi sahabat kamu hari ini? (*)

#Day6: Belajar Hal Baru

Kapan terakhir kali kamu belajar hal baru? Bisa apa saja, mulai dari belajar bahasa asing, merajut, bahkan sampai belajar membuat kue kesukaan kamu.

Kalau saya sendiri setelah dipikir-pikir, hal baru yang terakhir dipelajari adalah menyetir mobil. Iya, menyetir mobil. After all those times, di usia yang udah gak muda lagi, saya baru belajar, haha. Masih banyak check list yang ingin saya pelajari, misalkan seperti belajar berenang, beberapa keahlian digital marketing, atau mempedalam bahasa Inggris.

Tetapi selalu ada alasan bagi saya untuk menunda, karena keterbatasan waktu dan juga rasa malas yang mengalahkan keterbatasan waktu. Kalau dipikir-pikir, kita bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menonton video YouTube, scrolling timeline social media, atau jalan-jalan di mall ketika weekend. Seandainya dikonversi waktunya, tampaknya akan sangat cukup untuk belajar sesuatu yang baru.

Belajar hal yang diluar kebiasaan kita akan selalu menarik, karena kita harus keluar dari kebiasaan dan zona nyaman, dimana kita sudah paham dengan baik apa yang harus dijalani. Terkadang, bahkan dengan belajar atau melakukan sesuatu yang berbeda, kita bisa menemukan passion atau hobi kita dengan tanpa sengaja.

Misalkan saja ada teman saya yang awalnya hanya sekedar ikut-ikutan latihan yoga atau lari outdoor karena diajak oleh temannya, in the end, mereka malah lebih rajin latihan dibandingkan teman yang mengajaknya pertama kali. Mereka menemukan hobi baru yang seru. Sounds familiar, kan?

Belajar hal baru bisa dari mana saja dan siapa saja. Hal ini ditanamkan di diri saya oleh para jurnalis kampus senior ketika saya aktif di media kampus dulu. Pesan yang mereka sampaikan adalah,

Setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah.

Ketika itu saya berfikir, “Wah, benar juga, ya!”. Kita bisa belajar hal yang baru dari siapa saja. Mulai dari supir taksi, klien di kantor, sampai di kamar ketika belajar bagaimana cara memasang dasi dengan baik melalui video tutorial. Yah, semoga saja kedepannya saya dan juga kamu, menjaga semangat penasaran untuk mencoba berbagai hal baru, mencari tahu sesuatu yang baru, dan bergegas untuk mencobanya tanpa rasa ragu.

Eh iya, saya baru mau mendaftar sesuatu yang baru, nih. Rencananya mau memulai kembali olahraga di gym center. Doakan saya konsisten latihan, ya! (*)