kembali ke tahun 80-an

Beruntungnya bisa menjalani masa tahun 80’an sebagai anak-anak. Belum krismon, duit seratus perak udah bisa beli berbagai macam snack dan permen, plus, yang pasti ritual bermain bersama-sama di halaman rumah masih sering dijabanin. Gak seperti anak-anak jaman sekarang yang lebih demen nongkrong di depan tv atau maen game sampe mabok.

Nah ngomong-ngomong masalah jajanan di tahun 80-an, masih pada inget gak sih? Pasti masih berasa samar-samar ya? Hehe… Nah untuk mengingat kembali, dan setelah melalui serangkaian wawancara dengan mereka yang benar-benar menjadi saksi hidup tahun 80-an, terkumpulah beberapa aneka permen dan snack yang happening banget saat itu, ini dia :

CHELSEA
Free Image Hosting at allyoucanupload.com Nih permen sumpah kondang banget di era tahun 80-an. Mau anak-anak di ujung Aceh *aku maksudnya, huhu* sampai Pulau Jawa dipastikan pasti pernah ngerasain permen unik ini. Dengan kotak hitam bergambar bunga warna-warni, disediakan pula lobang di tengah yang memberi kesempatan permen di dalamnya agar bisa ngintip dan diintip. Di dalamnya ada sepuluh butir permen berbentuk batu bata kecil yang dibungkus kertas aluminium berkembang-kembang senada. Begitu bungkusnya yang terlipat rapi itu dibuka, aroma manis yang sangat Chelsea bakalan membuat anak-anak semakin menggila untuk segera mencoba. Hihi… Permen ini ada tiga macem rasa, masing-masing rasa dibedakan oleh warna kembangnya. Ada yang kembangnya merah dengan rasa butter scotch, coklat dengan rasa coffee scotch, dan yang hijau dengan rasa yoghurt scotch. Huhu… Dimana engkau Chelsea saat ini?

COCORICO
Free Image Hosting at allyoucanupload.comAku cinta permen ini! Huhu…. Kemasan batangannya mirip seperti permen Kopiko jaman sekarang yang terbaru. Walau isinya minimalis karena hanya terisi 6 butir permen yang berbentuk kotak kecil, permen ini pantas untuk jadi legenda, hehe… Yang pasti permen ini enak banget, warnanya transparan, dan yang rasa jeruk…. Damn! Sumpah enak!

PINDY POP
Permen gak penting. Hehe… Permen ini tampaknya sebagai awal dan tonggak sejarah dari munculnya permen bertangkai seperti Chupa Cups, tapi bedanya nih, kalo Chupa Cups bentuknya botak bulat, nah kalo Pindy Pop ini, bentuknya lollipop gepeng. Logonya bergambar beruang (sayang fotonya gak ada), dan punya rasa yang beraneka. Iya ya… Kemana ya hilangnya permen aneh ini?

Continue reading “kembali ke tahun 80-an”

wisata murah dengan buku

 

Free Image Hosting at allyoucanupload.com

“The greatest gift is the passion for reading. It is cheap, it consoles, it distracts, it excites, it gives you knowledge of the world and experience of a wide kind.” – Elizabeth Hardwick

Membaca itu jendela dunia. Aku setuju sekali. Sangat setuju. Sumpah deh. Teringat masa kecilku dulu, sebagai anak seribu pulau yang mengikuti bokap berpindah-pindah ke berbagai penjuru kota kecil, tentunya sedikit sekali hiburan yang bisa aku dapat dari sekitar. Kalau sudah bosan bermain bareng temen-temen komplekku, aku punya satu alat wisata alternatif andalan yang bisa mengantar aku ke dunia penuh imajinasi yaitu buku, iya buku. Beruntung aku punya bokap yang memiliki kegemaran membaca tingkat tinggi. Dulu setiap pergi ke kota besar beliau tak pernah lupa membawakan oleh-oleh kesukaanku, buku cerita. Dari kecil aku paling suka baca buku cerita legenda-legenda Indonesia *jadi tentunya aku sudah paham dengan alur cerita sinetron legenda di Indosiar atau Trans TV itu, hihi* sampai buku cerita dongeng dunia. Sejak kecil pun aku sudah tak asing membaca berbagai majalah bokap dan nyokapku, dimulai dari Tempo, Kartini *bagian Oh Mama oh Papanya dong! Hihi…* sampai Intisari yang menurutku isinya sangat informatif dan keren. Kalau sekarang gak tau kenapa kok berasa lebih bagus National Geographic ya dibandingin Intisari… *ya iyalah, plak!*

Beranjak dewasa *buset bahasanya!* kegemaran membacaku semakin menggila, dari spanduk di jalanan sampe buku-buku setebal bantal aku baca dengan tekun. Kalau jaman masih di bangku sekolah sih enak, karena aku bisa ngerampok bokap di Gramedia untuk minta dibeliin buku ini dan itu, mengambil semua yang aku pengen seperti di dalam supermarket. Nah kalau sekarang kudu pinter-pinter ngatur uang sendiri, jangan sampe akhir bulan aku kehabisan dana, terus terpaksanya makan sehari-hari pake lauk buku, hihi.

Tapi akhir-akhir ini, rasanya membaca itu menjadi berat, menjadi suatu hal yang wajib bin harus dilakukan. Berlanggakan dua koran sekaligus, Kompas dan Kontan tampaknya salah satu ide brilian yang membuatku semakin meratapi nasib tiap harinya. Jadi inget waktu dulu jaman aku training penyiar TVRI Jogja, Ibu Usi Karundeng pernah bilang, Continue reading “wisata murah dengan buku”