#Day14: Tertawa Akan Masa Lalu

Salah satu hal yang paling menyenangkan dalam dunia kerja adalah masa dimana kita bisa menertawakan perjuangan kita dalam berkarir di masa lalu. Kadang kita tak pernah menyangka, kesulitan-kesulitan yang pernah kita hadapi dalam dunia kerja, ternyata sekarang menjadi cerita lucu dan mungkin membuat kita menggelengkan kepala – dengan sedikit rasa penyesalan.

Di antara obrolan dengan rekan-rekan kantor, sambil tertawa terbahak-bahak saya mendengarkan cerita-cerita kocak kenapa mereka pernah menangis di kantor. Mulai dari drama diminta revisi berkali-kali hal yang ‘terlalu simpel’ seperti membenahi tanda baca, kemudian ada yang dimarahi bos, dimarahi klien, sampai beberapa hal lainnya. Pada masa itu, pasti semuanya memiliki perasaan yang sama: ingin menyerah lalu mengundurkan diri dari perusahaan. Tapi bagi mereka, pilihannya adalah bertahan dan berjuang. Tentunya sekarang mereka semua menjadi sosok yang lebih kuat, berbakat di bidangnya masing-masing, dan menjadi lebih tangguh dalam menghadapi tantangan dalam pekerjaan.

Saya pun pernah mengalami hal yang sama. Pada masa itu dimana saya memiliki dua atasan langsung yang berbeda. Terkadang, zona waktu bekerja mereka juga berbeda, satu waktu Indonesia dan satu lagi waktu Eropa. Pekerjaan saya rasanya tak ada habis-habisnya, apalagi saya harus mengerjakan pekerjaan yang saling bertolak belakang, satu bidang kehumasan dan satu lagi bidang hukum. Rasanya ingin sekali menyerah, tetapi salah satu atasan saya datang ke meja saya dan menyampaikan, “Jangan khawatir Dim, semua ada masanya kok. Someday, kamu akan di posisi saya. Perjuangan kamu pasti ada hasilnya”.

Walau pun akhirnya saya tidak meneruskan berkarir di perusahaan itu tetapi lesson learned, terkadang ketika kita bekerja sungguh-sungguh, pasti ada hasil dan apresiasi yang kita dapatkan, bisa berupa karir yang berkembang, gaji yang bertambah, networking yang luas, dan yang pasti pengalaman yang sangat mahal harganya.

Sejujurnya saya pernah menyerah dalam menghadapi tantangan dalam berkarir – kemudian memilih mundur dan menjalankan karir yang baru. Karena bagi saya di masa muda dulu, if you do not choose to be happy, no one can make you happy. Jadi ketika saya sudah merasa tak bahagia di satu tempat, mungkin saya harus mencari tempat yang bisa memberikan itu. Tetapi ketika semakin dewasa, pertimbangannya akan semakin banyak, tak bisa hanya sekedar karena ketidaknyamanan atau keputusan emosi sesaat.

In the end, apa yang saya pelajari dari obrolan seru dengan teman-teman di kantor hari ini adalah:

Laugh about your past, live in the present, and love what’s to come.

Tertawa akan masa lalu adalah kebahagiaan. Kebahagiaan yang menguatkan kita untuk menjalani hidup ke depannya.

Nah, apakah kamu sudah berdamai dengan pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan? (*)

#Day12: Alasan Untuk Bahagia

Tiba-tiba saya teringat masa-masa saya menjalani OSPEK sewaktu menjadi mahasiswa baru UGM dulu. Seperti biasa kami harus mengikuti orientasi mahasiswa tingkat universitas sebelum mengikuti orientasi tingkat fakultas. Salah satu tujuannya adalah agar mahasiswa baru bisa saling mengenal antar fakultas, sehingga dibentuklah kelompok-kelompok yang terdiri dari perwakilan berbagai fakultas dan jurusan.

Pada masa itu saya bisa dibilang mahasiswa yang (sebenarnya) berkecukupan. Selain saya sudah menjalani kuliah setahun sebelumnya di kampus swasta dengan biaya dari orang tua sepenuhnya, saya juga sudah bekerja paruh waktu di salah satu pusat kaos oleh-oleh dan terkadang juga ditambah menjadi Sales Promotion Boy berbagai produk. Artinya secara materi, saya memilikinya lebih dari apa yang saya minta.

Tetapi terkadang masih timbul rasa iri pada diri saya. Kenapa sih teman-teman sekolah saya bisa kuliah di kampus menterang di dalam atau luar negeri? Kenapa saya hanya pakai kendaraan bermotor yang biasa saja dibandingkan beberapa teman yang lain? Dan masih banyak pertanyaan lainnya di kepala saya.

Hingga suatu hari, sepulang dari OSPEK, saya mengobrol panjang dengan salah satu mahasiswi dari kota kecil daerah Lampung. Sosoknya kecil, sederhana, senyumnya manis, dan anaknya sangat cerdas – karena ia bisa masuk UGM tanpa tes pada waktu itu. Sepanjang jalan boulevard kampus dengan seragam hitam putih dan senja yang mulai turun, kami bercerita sambil tertawa tentang banyak hal sampai pada titik entah mengapa kami berdiskusi mengenai biaya hidup di kota Jogja. Kemudian ia mengatakan, “Iya, Mas Dimas. Jogja ini kota yang murah ya… Aku dikirimin orang tua 75.000 per bulan dan rasanya cukup sekali. Untung saya tinggal sama paman, jadi malah bisa nabung sedikit”.

Dalam hati saya seperti tertampar, “Dia bisa bahagia dan bersyukur dengan duit bulanan yang tak banyak. Sedangkan aku? Duit sebanyak itu mungkin bisa terbuang begitu saja untuk main di warnet dalam seminggu dan hal-hal tak penting lainnya. Dan itu pun masih berasa kurang”.

Saya terdiam. Rasanya saya sangat tidak bersyukur atas apa yang saya miliki. Tuhan menegur dengan cara lain.

Esok harinya, saya pun mengantarkan pulang teman pria di ospek. Saya mampir ke kosnya dengan fasilitas yang tidak lebih baik dari apa yang saya tempati. Dia pun menceritakan betapa nyaman bisa tinggal di sana dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Lalu kami melanjutkan bercerita sambil menyantap makan malam di atas satu piring plastik yang dibawanya dari kota kecil di Jawa Tengah. Ia bersyukur atas apa yang ia miliki pada saat itu, karena untuk kuliah banyak pengorbanan yang harus dilakukan olehnya dan keluarganya.

Kedua teman ini memiliki satu kesamaan. Mereka datang ke Jogja untuk berjuang dan menunjukkan bahwa mereka bisa menghadapi segala rintangan. Mereka mungkin tidak seberuntung kita dalam hal materi, tetapi mereka kaya akan rasa bahagia.

Satu hal yang saya pelajari,

“I truly respect the people who stay strong even when they have every right to break down”.

Jadi, ketika saya merasa jatuh atau mendapatkan jauh dari apa yang saya harapkan, saya akan melihat ke sekitar, ternyata banyak hal yang membuat kita merasa kaya akan rasa bahagia. Bahagia bisa menyantap bubur kacang hijau favorit setiap pagi, bahagia dikelilingi teman-teman kantor yang luar biasa, bahagia melihat keluarga yang sehat, dan bahagia karena kita memang akan selalu punya alasan untuk bahagia, baik dalam keadaan sulit atau pun senang. Jadi, apa alasan kebahagiaan kamu hari ini? (*)