Belajar Untuk Fokus

Hi, saya Dimas dan saat ini saya bekerja di salah satu digital agency terbesar di Indonesia. Jadi, terbayangkan paparan saya dengan teknologi hampir bisa dibilang 24 jam 7 hari. Setiap detik, setiap saat, dan setiap saya bangun pun saya bergegas periksa timeline Path, Twitter, sampai email dari kantor. Ya, segitunya saya mengomsumsi teknologi dalam keseharian. Terkadang saya merasa hidup di dunia yang bising dengan visual tulisan, gambar, suara, tetapi semua menjadi adiksi. Apabila sehari saja tidak akses rasanya menjadi ada yang kurang…

 

Ketika saya membaca tulisan dari Mas Adjie di buku “Sadar Penuh Hadir Utuh” permasalahan pertama saya adalah saya memiliki “Monkey Mind” dimana pikiran saya bisa loncat sesuka hati dalam satu waktu. Seperti monyet yang berpindah dari pohon satu ke pohon lainnya. Istilah kerennya sih ‘multitasking’. Pikiran saya yang serba berloncatan ini pun ‘terlatih’ ketika dulu saya masih menjadi penyiar radio. Saya berlatih di mana tangan pegang mixer, telinga mendengarkan lagu, otak berpikir akan hal yang akan saya sampaikan di depan mic, dan mata mengawasi layar komputer. Satu waktu melakukan banyak hal dan ternyata tidak selamanya hal itu menjadi hal yang positif.

Kembali ke dunia yang penuh dengan teknologi, sekarang saya memang sering menjadi multitasking ketika bekerja. Tangan menyusun presentasi tetapi sesekali saya terlalu ‘gatal’ untuk cek update Path di gadget, periksa email di tab lain, atau sekedar membaca berita terbaru di halaman berita online. Sulit sekali rasanya fokus. Waktu mengerjakan presentasi yang harusnya satu jam bisa selesai, ternyata akhirnya mundur berjam-jam kemudian. Terkadang merasa kesal dengan diri sendiri.

Di buku “Sadar Penuh Hadir Utuh” saya belajar ternyata banyak sekali manfaat kita untuk melatih fokus dan ‘away’ beberapa saat dari internet. Misalkan saja waktu kita untuk membaca buku akan semakin banyak dan saya sangat percaya dengan hal satu ini. Bisa dibilang di kamar saya, hampir ada puluhan buku yang ‘belum sempat’ saya baca, bahkan beberapa masih dalam bungkus plastik. Kalau dibilang saya tak sempat membaca karena tidak ada waktu, rasanya tidak juga. Karena setiap pulang kerja dan setelah saya membersihkan diri, saya pasti akan kembali ke gadget, menulusuri timeline dan menonton video di YouTube lalu menghabiskan waktu berjam-jam dengan percuma. Hampir setiap hari. Seadainya saja saya bisa fokus dan menjedakan diri dari teknologi, saya yakin bisa membaca buku setiap hari dan semakin banyak ilmu yang saya dapatkan.

Kemudian di buku yang sangat memberikan pencerahan untuk saya ini, saya juga belajar bagaimana sih caranya supaya tidak selalu terhubung dengan internet? Salah satunya adalah tinggalkan gadget atau matikan.

Kalau tinggalkan gadget mungkin buat saya seperti kehilangan setengah nyawa ya, haha. Tetapi untuk mematikan gadget memang terkadang saya lakukan. Misalkan saja ketika sedang nonton film di bioskop, saya pasti akan mematikan gadget dan fokus ke layar. Dipikir-pikir, kita bisa melakukan itu juga ketika kita bekerja. Untuk fokus terkadang perlu untuk bersendiri serta terputus dari dunia luar. Selain itu, bersama sahabat-sahabat saya, kami juga punya kebiasaan ketika sedang nongkrong bersama, kami akan menumpuk semua gadget di satu tempat dan tidak ada yang boleh menyentuhnya sampai kami selesai saling bertukar cerita. Rasanya sangat menyenangkan dimana kita fokus dengan cerita teman kita, tertawa tanpa ada jeda melihat gadget, dan waktu berasa lebih berarti.

In the end bagi saya sebenarnya teknologi banyak menolong saya untuk terhubung dengan keluarga, sahabat, dan teman-teman – serta tentunya dalam pekerjaan sehari-hari. Tetapi dalam kehidupan keseharian, kita harus bisa menjaga agar teknologi tidak menginterupsi bahkan sampai menganggu kehidupan kita dalam keseharian. Melatih fokus dalam hal-hal yang menjadi prioritas serta kita harus bisa menempatkan teknologi sebagai tujuan awalnya untuk memudahkan aktivitas manusia – bukan mendistraksi kita untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Jadi buat kamu yang ingin tahu lebih banyak bagaimana kita bisa belajar fokus dan menemukan tips yang bermanfaat dari buku “Sadar Penuh Hadir Utuh”, buku Adjie Silarus ini baru akan terbit 24 Maret 2015 tetapi kamu bisa dapatkan lebih dulu dengan melakukan pre order dari tanggal 2-11 Maret 2015 pada link ini. Selain itu akan ada 20 tiket kelas “Sadar Penuh” untuk pembeli PO yang beruntung, lho. Yuk kita belajar fokus! (*)

#Day18: Seperti Tukang Sate

Kadang hidup itu seperti menanti tukang sate. Kenapa tukang sate? Karena bagi saya menanti tukang sate untuk lewat depan rumah itu waktunya tak pernah bisa saya duga. Ketika saya sudah merasa kenyang dan siap untuk tidur, rasanya entah berapa kali tukang sate favorit saya melewati depan rumah dengan suara khasnya. Tetapi sebaliknya ketika saya berasa kelaparan dan di rumah tidak ada makanan tersedia, entah kenapa tak ada satu pun tukang sate yang lewat. Saya sering bertanya-tanya, tampaknya filosofi Law of Attractions tidak bisa berhubungan dengan kebutuhan perut.

Sama seperti ketika kita hendak mencari barang yang dibutuhkan di dalam kamar. Terkadang ketika kita belum perlu, barang itu tampak di depan mata: tergelak di meja, samping kasur, lemari, atau di tempat terjangkau lainnya. Tetapi begitu kita perlu, rasanya benda itu hilang ditelan bumi. Biasanya karena kita terburu-buru dan panik. Berasa familiar?

Begitu pun dalam hidup. Ketika kita sudah mengetahui keinginan kita, kita akan berdoa setiap saat agar hal tersebut dapat segera terwujud. Tetapi Tuhan punya caranya sendiri untuk mewujudkannya. Kadang bisa segera diberikan, kadang perlu waktu yang cukup lama, dan seringnya keinginan kita belum dipenuhi sama sekali – untuk saat ini.

Saya belajar, ketika ada masa dimana saya menginginkan sesuatu bahkan menjadi salah satu doa utama saya untuk cukup lama, ketika akhirnya tercapai, terkadang pada akhirnya saya merasa bukan itu yang saya cari dalam hidup. Membedakan apa yang saya inginkan dengan apa yang saya inginkan orang lain melihat saya ternyata totally different. 

Akhirnya saya memahami, ketika kita membutuhkan atau memerlukan sesuatu, jangan terburu-buru. Terkadang yang terbaik akan diberikan pada saat yang tepat. Tidak perlu gegabah dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Memastikan apakah ini kebutuhan atau hanya keinginan sesaat merupakan misteri terbesar yang harus saya pecahkan dengan hati-hati.

Pada akhirnya, seperti menanti tukang sate, ketika akhirnya tidak lewat, tentunya saya tak akan bersedih. Mungkin saya akan melewatkan malam itu dengan lapang dada sampai menanti datangnya pagi atau saya akan menelpon restoran fastfood terdekat untuk santap malam. Semua akan berbalik pada diri kita, pasti akan ada jawabannya tergantung bagaimana usaha kita dan campur tangan Tuhan untuk mewujudkannya. Ah saya jadi ingin makan sate, sayang malam ini ia lagi-lagi tak lewat depan rumah. (*)