Review: Kambing Jantan & Doroymon

Seorang sahabat lama waktu jaman SMU di Jogja dulu tadi pagi tiba-tiba menyapaku via telepon,

“Ini bener nomernya Dimas? Apa kabar Dim?! Ya ampun, aku baru baca blogmu, sampe 2 hari 2 malam ngebaca habis semuanya, haha. Ngeblog itu ibadahmu lho Dim, menghibur banyak orang…”

Daku seneng banget, bisa ngobrol dengan sahabatku yang telah lama tak bertelpon ria dan sekarang sudah sukses menjadi pengusaha wanita di sana, tapi… sekaligus juga tertohok. JLEB. Karena kalo seperti yang dia bilang ngeblog itu salah satu ibadah daku, artinya daku udah gak ibadah 2 bulan dong? Hihi… Betapa durhakanya daku.

Entahlah, aktivitas nge-blogging akhir-akhir ini tampaknya memang tidak sesemangat jaman masih ganteng dulu *sekarang keren soalnya*. Temen-temen blogger hampir semua lebih kerajingan bermain micro-blogging di Plurk, Twitter sampai ngotak-ngatik Facebook, intinya gak pengen kalah eksisnya dibanding pasukan ABG berponi dan ber-Blackberry itu, hihi. Padahal melalui blog ini daku ketemu temen-temen seru, bisa dapet kerjaan, sampai mencurahkan isi hati yang lagi merana *menyeka air mata dengan sapu tangan pink*.

Salah satunya daku bisa kenal dengan dua orang hebat di bawah ini yang hasil karyanya akan daku review. Mereka berhasil berprestasi dengan cara mereka sendiri, dan tentu saja suatu hari daku ingin bisa seperti mereka berdua. Baiklah, mari kita mulai mereview!

FILM: KAMBING JANTAN – Sebuah Film Pelajar Bodoh

Raditya Dika. Nama jaminan mutu buat kamu yang demen sama cerita lucu. Begitu banyak orang yang demen dengan karya Dika, entah karena membaca blognya yang tiap hari bisa diakses ratusan –mungkin juga ribuan pembaca- ataupun penikmat buku-bukunya yang telah jadi best seller dimana-mana. Selain daku juga sudah melahap semua bukunya, daku beruntung bisa mengenal sosok manusia lucu ini secara personal, walau pun dengan cara yang unik. Di mulai dari ngobrol singkat di YM sewaktu Dika menawarkan blog daku untuk dibikin buku *walau karena tingkat kemalasan tingkat tinggi waktu itu, daku mengundurkan diri, hihi*. Akhirnya, kami pun beberapa kali mengobrol di dunia maya, berbicara hal-hal di luar keseharian Dika. Entah tentang lagu-lagu karangan dia, kesibukan daku, rencana ke depan, dan hal-hal lain yang membuatku tersadar, ternyata Dika aslinya waras kok, wakaka.

Ketenaran Dika pun seperti efek bola salju, terus menggelinding dan tak terhenti. Dari seorang blogger ternama menjadi bintang pelem pendatang baru. Tak setengah hati, film Kambing Jantan yang diangkat dari blog keseharian Dika ini pun dibesut langsung oleh sutradara handal Rudy Sujarwo. Seperti apa Dim sinopsisnya? Kalo yang ini tinggal klik aja di sini ya. Lagipula, sudah begitu banyak blogger yang bikin sinopsis pelem ini, hehe. Overall, buat kamu yang penggemar blognya Dika mungkin sebelumnya berharap di pelem ini akan banyak adegan komikus ala Dika, walaupun tentu saja adegan-adegan seperti itu tetap ada, tetapi di pelem ini ternyata lebih banyak mengangkat cerita hubungan Long Distance Relationship antara Dika dan si Kebo *yang sampe sekarang daku penasaran seperti apa wujud Kebo ini aslinya, hehe*. Akting Dika, daku bilang cukup natural dan tak tampak kagol seperti orang yang baru pertama kali maen pelem. Begitu pun juga dengan si cantik Fiza, cewek yang aslinya ramah dan menyenangkan ini, menurut daku aktingnya bagus banget. Sedangkan Edric yang berperan sebagai Hariyanto, tentu saja menjadi pusat tertawaan di pelem ini, lucu dan pengen gampar rasanya, haha.

kambingjantanposter

Terlepas dari pro kontra para penggemar Dika akan pelemnya ini, menurut daku, begitu banyak kalimat-kalimat dalam dialog pelem ini yang sangat mengena dan memiliki arti yang dalam. Itu pun diakui oleh salah satu temen baik yang daku culik buat nonton pelem ini, padahal dia tak sekali pun pernah baca blog atau buku Dika. Salah satunya adalah dimana ketika kurang lebih Dika bilang, dia gak pengen kuliah Finance, dia hanya ingin menyenangkan orang banyak dengan tulisan-tulisan dia, bagaimana dia bisa membuat orang tertawa, lagipula memang passion-nya adalah menulis… KWAW KWAWWW! Tertohok banget di hati. Bukankah bekerja akan lebih terasa puas di lahir dan batin kalo kita melakukannya sesuai dengan keinginan hati? Bukan begitu Dimas? *menyelam di lautan segitiga Bermuda*

Kemudian juga, ada beberapa penggambaran adegan yang menurut daku cukup keren, seperti adegan setiap Dika dan Kebo bertelpon ria. Setting meja, kursi, dan bulannya keren! Hahaha… Penasaran kan? Makanya nonton deh. Pastinya, pelem ini menjadi pilihan bijak di antara pelem horor atau pelem komedi berbudget rendah yang terus memborbardir bioskop-bioskop tanah air. Untuk temen-temen di Jakarta tampaknya hanya bisa menunggu DVDnya karena memang sudah tak tayang lagi, tapi buat kamu yang di luar Jakarta mungkin masih sempat untuk menikmati pelem perdana seorang Raditya Dika. Recommended buat kamu penggemar Dika, dan juga buat kamu yang pengen dapet hiburan yang gak gitu-gitu aja. Terus… Kapan ya kira-kira kisah daku bakal dipilemin? *digaplok massa*

BUKU: DOROYMON – A Wonderful Masa Jadul

Percaya gak kalo daku bilang teman-teman kita itu seperti pelangi, dimana setiap teman memberikan warna yang berbeda dalam hidup kita? Ya, daku percaya itu. Untuk kamu yang sedang atau pernah menginjak masa kuliah tentu bisa merasakan hal ini. Di mana ketika kesusahan ngerjain tugas, pasti ada temen yang bisa diandalin buat ngebantuin. Waktu kamu males kuliah, ada yang bisa dititipin absen. Ketika gak punya uang, ada yang mau diutangin, hahaha. Begitu pun dengan kisah Roy Saputra di dalam Pelit (Personal Literature) berjudul Doroymon – A Wonderful Masa Jadul. Novel yang diterbitkan oleh penerbit Bukune ini – penerbitan yang digawangi Raditya Dika – ini menceritakan kisah Roy dari awal dia kuliah semester awal sampe saat lulus bersama-sama dengan temen-temen seangkatannya dari Teknik Industri Universitas Indonesia. Jangan ngebayangin cerita di dalam buku ini begitu datar, hanya berisikan tentang masuk kelas, pulang, tidur di kos, selesai. Adanya, ketika daku memulai membaca dari bab pertama bener-bener pengen nerusin baca sampe selesai alias habis tak bersisa. Cerita-cerita kocak dari jaman persiapan ospek, bagaimana Roy bersama temen-temennya ikut kompetisi di Bandung, tentang kehilangan sahabat, sampai saat-saat perpisahan, bener-bener buat daku tertawa bahkan sampai berkaca-kaca karena terharu, karena mau gak mau jadi teringat masa-masa persahabatan dengan temen-temen kos dan kuliah waktu daku di Jogja dulu.

doroymon

Buat daku, buku kedua Roy ini menunjukkan kepiawaiannya dalam seni bercerita dalam bentuk tulis. Terlepas Roy juga seorang blogger, sebagai penulis Roy sukses membuat daku tetap terkenang dari isi cerita dari novel ini, dan hei satu lagi! Roy juga buat lagu tentang kisah persahabatannya ini dan dinyanyikan oleh salah satu rekan kuliahnya, such a touching song! Dan lagi-lagi, daku pun jadi ikut bersyukur kalo selama ini memiliki teman-teman yang luar biasa, sama seperti yang Roy rasakan… Belum baca bukunya? Cepetan deh ke toko buku terdekat, gak mahal kok, dan menurut daku, worthed to read! (*)

#9 cup: (NO) Devils Wears Prada

Cewek manis itu berjalan dengan langkah cepat. Fashionable. Indeed. Stocking hitam pekat, sepatu flat kuning, gaun terusin selutut yang senada dengan warna sepatu, plus tak lupa kacamata model jadul duduk manis di hidungnya. Di sebelahnya pun tampak sosok yang tak kalah menarik perhatian mataku. Cewek yang daku tebak masih berusia belia dengan rok hitam sepaha, masih dengan stocking hitam, rompi abu-abu dengan sepatu dengan warna tak beda. Dia tampak terburu-buru sambil membawa satu baju tergantung. Tak murah. Mungkin harga baju itu pun berkali-kali lipat dari gajinya sebulan.

Di ruanganku. Majalah-majalah kondang dari berbagai negara tertumpuk di samping kubikel. Tampak sosok-sosok lain sedang sibuk menulis, konsentrasi, walau sesekali terdengar sahutan gelak tawa membahana. Semangat itu. Cerita-cerita itu. Daku bagian dari mereka. Being journalist. Wartawan. Di satu majalah lifestlye pria ternama, sebuah franchise dari manca negara. Cool job!

Dulu daku membayangkan kerja di majalah yang bersentuhan langsung dengan fashion, pasti akan bertemu cewek-cewek cantik ataupun cowok-cowok yang semuanya sinis bin menyebalkan ala Catherine Wilson. Kalo kebanyakan baca novel dan film menang kadang begitu cepat meracuni otak yang kapasitasnya cukup merana ini, hihi. Tapi pada kenyataannya, daku bertemu dengan temen-temen seru dan hebat di sana. Satu hal yang mungkin daku belum pupuk dengan baik adalah passion. Pekerjaan menjadi wartawan itu bukan sekedar menulis, curhat dengan seenak jidat dan tiba-tiba muncul di majalah. Kalo gitu mah bikin aja majalah sendiri, hihi.

Beberapa hari kerja daku udah bisa mulai liputan ke sana dan ke mari. Salah satu rubrik di majalah daku itu adalah kumpulan foto-foto socialita berpesta atau bertemu lalu kemudian di foto, dan munculah kemudian foto-foto mereka beserta nama-namanya. Tapi jangan bayangin itu pekerjaan mudah, ternyata tidak kawan. SUSAH.

Suatu hari Mbak Noni, senior editor yang baik hati dan cantik mengajak daku ke salah satu gathering perbankan asing. Di sana bakal ada dinner dengan berbagai petinggi perbankan di Indonesia.

“Dimas, nanti kamu foto-foto semua tamu yang oke dan jangan lupa tanya namanya ya.”

“Sip, oke Mbak Non.”

“Jangan lupa, foto yang itu.. Itu… Nah yang itu juga… Terus yang itu… Kurang lebih bisa dapet 20 foto.”

*glek*

Sumpah, daku gak ada yang kenal satu pun. Semua orang bank itu tampak sama dengan jas atau blazernya, seperti pion-pion catur berwarna hitam. Sebagian pun tamu orang asing. Bagaimana daku bisa mendapatkan namanya?

Daku ambil satu-satunya notes yang daku punya di dalam tas dan itu… NOTES BESAR. Duh booo, daku bukan mau try out SPMBkan? Mondar-mandir pake tas ransel dan notes besar, huhu… Yang bisa aku lakukan adalah satu tangan memegang kamera dan satu tangan lainnya memegang bibir dengan satu telunjuk. Lalu poto deh dari tampak samping. Cekrek! Jadi deh poto ala ABG di Friendster dan Facebook, hihi. Aslinya sih daku kerepotan menfoto dan lalu bertanya satu persatu nama mereka. Keringet dingin bercucuran di antara orang-orang berbaju jas. Notes itu pun daku pake buat mencatat nama mereka satu-persatu. Bener-bener pengalaman yang ‘berbeda’.

Belum lagi pas di undang press conference. Dulu jaman jadi PR consultant, biasanya daku yang mengundang wartawan buat dateng ke acara presscon, tapi kali ini daku yang di undang, hihi. Dulu bener-bener daku ngerasain betapa susahnya pekerjaan PR untuk mengundang media datang. Ternyata memang seru juga sekarang bisa ngerasain hal sebaliknya, akhirnya daku bisa jual mahal ke PR, kapan lagi kan? Hihi…

“Maaf Mbak Miyabi, saya ndak bisa dateng ke acara press con-nya karena lagi ada kerjaan.”

“Yah… Kok gak bisa sih Mas, kenapa?” *nada menyesal yang rada dibuat-buat*

“Iya Mbak Miyabi, maaf ya. Kami boleh kan minta press release-nya aja?”

“Boleh dong Mas, duh dari media Mas pasti gak mau ya dateng ke acara kami, kami maklum kok, hehe…” *tertawa aneh*

“Gak gitu kali Mbak, memang bener-bener gak bisa, hehe… Makasih ya Mbak Miyabi sebelumnya, releasenya tolong dikirim ke email bla bla ya” *nada flat*

“Lain kali dateng lho Mas Dimas, hahaha…” *tertawa mengerikan*

“….. “

Dalam hati daku berkata, “untung aja sepanjang daku jadi PR, satu kantor gak pernah bertindak aneh seperti manusia kekurangan obat depresi kayak gitu.”

Hari demi hari daku lalui dengan liputan ke sana ke mari. Bisa makan enak plus kenalan sama wartawan media lain. Entah kenapa ya, ketika dulu daku di posisi PR rasanya susah sekali memulai pembicaraan tapi kalo di posisi sesama wartawan semua terasa lebih mudah. Semudah Sheren Sungkar berakting lebay di sinetron. Segampang Dewi Persik bikin sensasi. Juga semudah Andi Soraya masuk infotainment.

Seminggu lebih daku menjalani profesi seru itu, tiba-tiba daku harus menentukan pilihan yang berat. Dilema. Terjepit di antara dua pilihan. Do you want to follow your dream or just be realistic about your future? Intinya, daku diterima di perusahaan lain, tepat sejam daku tandatangan kontrak di majalah itu. Sebuah perusahaan yang lebih menjanjikan dari sisi penghasilan dan karir. Daku bingung mana yang harus dipilih. Mau pake jilbab yang pink atau yang ungu *lho?*. Akhirnya, aku putuskan mencopot ID Pers yang baru kupakai beberapa hari itu. ID yang membuatku tersenyum berhari-hari. Sebuah pekerjaan yang daku cita-citakan sejak di bangku SMP ketika masih rajin menulis di sebuah surat kabar lokal.

Teringat di postingan awal tahunku, resolusiku hanya satu. Mendapatkan pekerjaan yang akan daku jadikan karir untuk kedepannya. Setidaknya di pekerjaan yang terbaru ini daku masih bertemu dengan temen-temen media, daku masih menulis, dan hidup lebih teratur. Tentu Tuhan tahu yang terbaik dengan rencana-rencana-Nya. Mungkin memang jalanku bukanlah menjadi wartawan. Setidaknya daku belajar satu hal, bekerja dengan passion akan membuat semuanya lebih mudah dan tak ada kata menyerah.

Tiba-tiba lamunanku terhenti. Seorang cewek manis dengan rambut tergerai panjang, bersandang baju gelap sampai paha dengan tali pinggang berwarna kulit, tak lupa sandal gladiator berwarna senada berjalan melewatiku. Harum. Binar matanya sama dengan teman-teman yang menyusul di belakangnya. Tawa mereka. Cerita mereka. Semangat mereka menulis berita dan bercerita. Daku akan merindukan semuanya. There are no devils wears Prada. (*)