#DearBangkok: dan hujan pun turun

Jalan setapak itu masih sama dengan pemandangan yang tak pernah berubah: gedung-gedung berwarna ungu, belasan taksi berwarna pink yang bergegas, dan wangi aneka jajanan di sepanjang trotoar. Di satu sudut coffee shop, disana aku duduk sendiri, diantara novel, segelas coffee latte dingin, dan pandangan mataku ke arah trotoar dari balik kaca yang mulai berembun.

Kukeluarkan secarik kertas dari dalam tas kulit berwarna cokelat usang, sesekali kuhela nafas dengan jeda sekian detik, dan mulai menulis…

Dear Hanny,

Hujan tak pernah turun lagi. Titik-titik air dan pekik girang anak-anak kecil yang bermain air rintik hujan, sudah tak pernah lagi aku dengar. Iya, aku merasa kehilangan. Seperti rerumputan yang mulai tampak mengering di halaman luar jendela condo. Kering. Membosankan.

Tapi entah kenapa aku selalu yakin, hujan pasti akan turun lagi: di pagi hari ketika harum roti bakar menyebar di dapurku, siang hari disaat pekerjaan masih menyita waktu, atau sore hari disaat kumerindukan semua tentang dia. Seseorang yang aku ceritakan. Satu sosok yang sama dan selalu bisa berubah wujud menjadi seperti yang kumau. Entah menjadi bintang di langit, angin lembut di balik telinga, atau bahkan menjadi temaram lampu-lampu jalan di malam hari. Ia bisa menjadi apa saja. Aku bahagia, tersenyum, lalu patah hati untuk kesekian kalinya, karena ia tak pernah nyata ada.

Kadang, aku hanya ingin hidup diantara saat-saat aku akan terlelap. Ketika mata enggan terbuka, tetapi raga masih terjaga. Disaat aku bisa mendengar suara jangkrik sampai lolongan anjing – yang terkadang membuatku bergidik, tetapi membuat aku tersadar – aku masih hidup dan masih memikirkannya.

Hujan tak pernah turun lagi, Han… Tetapi aku selalu membawa payung untuk berjaga-jaga. Toh kita tak akan pernah tahu kapan hujan akan turun. Bisa sekarang, lusa, ataupun minggu depan. Bukannya itu sama seperti cinta? Kita tak pernah bisa tahu kapan ia akan datang. Semua serba tiba-tiba, tanpa pesan. Walau aku tahu, andai kamu disini, ketika rintik hujan mulai turun, kamu akan berpura-pura meniup awan-awan hitam di atas kepalaku, lalu kita tertawa dan berlari bergandengan tangan sambil menjejakkan kaki di atas kubangan air, lalu aku akan basah dan kamu tertawa lepas.

Tapi disini tiada dia, kamu, dan hujan. Aku hanya memiliki payung yang menemani. Benda yang menjagaku dari derasnya air hujan yang terkadang ingin rasanya kuacuhkan membasuh basah wajahku, agar tak yang tahu – aku pun meneteskan air mata karena rindu. Tetapi aku enggan membasah, menggigil, tanpa ada dia yang bisa menghangatkanku. Walau ku mampu menggantinya menjadi secangkir cokelat panas digenggaman. Toh dia ada dimana saja, kapan saja, tanpa kenal waktu – dipikiran dan ujung pelupuk mataku. Apakah ini yang namanya cinta?

Iya Han, aku masih menyimpan satu foto yang aku simpan diam-diam diantara notes yang selalu kubawa. Fotonya yang tersenyum, entah karena apa. Tetapi aku tahu, dia bahagia dan aku selalu bahagia untuknya. I always know, someday I’ll look back on that picture and get butterflies because I miss it. Pernahkah kamu merasakan hal yang sama?

Ah, sebaiknya aku bergegas pulang. Entah kenapa tiba-tiba cuaca diluar bermetamorfosa menjadi lebih kelam. Aku khawatir kali ini akan benar-benar akan luruh. Bukan, bukan hatiku yang luruh. Tetapi hujan yang turun tiba-tiba, seperti cinta… dan juga rindu.

See you soon, Han!

Kuberlari kecil dan bergegas membuka pintu ke arah luar coffee shop. Alunan musik pun sayup-sayup kudengar, “should I give up or should I just keep chasing pavements?”. Dan hujan pun turun…. (*)

#DearBangkok: weekend nan seru di Bangkok!

Kebayang liburan di Bangkok? Bisa jalan-jalan ke berbagai tempat belanja, foto-foto di temple, mencoba semua makanan unik, plus mencoba Thai massage yang kondang itu. Dulu sebelum pindah kesini, impiannya memang banyak bener, pengen nyoba ini dan itu. Tetapi ketika udah berbulan-bulan tinggal disini, mentok-mentok ke mal doang, hihi. Sama sih kayak kamu yang misalnya tinggal di Jakarta, pasti jarang banget jalan-jalan ke Monas ataupun TMII? Demikian pun dengan daku disini.

Berhubung weekend ini daku ada long weekend, panik juga sih, duh mau kemana ya? Ada rencana pengen jalan-jalan ke Chathuchak Weekend Market (again and again), salah satu surga belanja bagi orang lokal juga untuk warga Indonesia yang berkunjung ke Bangkok. Emang disana ada apa aja, Dim? Eng… you name it, you can find it! Hihi… Mulai dari pakaian lucu nan murah sampai hewan juga ada dijual disini. Kalau gak salah, di pasar yang lebih dikenal dengan sebutan JJ market ini punya 5,000 toko yang siap berdagang di setiap akhir pekan! Gosipnya, weekend market ini pun terbesar di Asia Tenggara! Wuih!

Karena Sabtu kemarin daku gak ada rencana pengen beli apa-apa, daku iseng BBM Medy, temen sekantor sebangsa yang tinggal di satu building condo, untuk ikutan jalan-jalan ke JJ Market. Lumayan kan, doi fotografer, jadi bisa nitip fotoin ini itu, hihi… Alhasil kami berdua bebekal masing-masing kamera dengan celana pendek dan backpack siap-siap menuju JJ Market. Eh ternyata pas di stasiun Rama 9 – stasiun terdekat dari condo kami – lagi ada booth lucu dari Central Plaza Grand Rama 9 yang akan buka tanggal 14 Desember nanti. Kami bisa foto-foto disini dan langsung di upload ke screen. Tentu aja langsung kami coba! Hihi…

Kalau ditanya deket sama pusat kota Bangkok atau gak, daku bilang sih lumayan ya. Kamu bisa naik MRT (kereta bawah tanah) atau BTS (sky train) untuk menuju JJ Market. Paling enak sih naik MRT, kamu bisa turun di stasiun Kamphaeng Phet dan begitu keluar, voila! Tepat disamping pasar. Sedangkan kalau naik BTS, kamu harus turun di Chatuchak Park, jadi harus jalan sedikit, walaupun dapat bonus pemandangan taman yang cantik.

Continue reading “#DearBangkok: weekend nan seru di Bangkok!”