big boy don’t cry…

Thypus. Bronkitis. Asma. Demam Berdarah. My life always near to death… Tanya daku berapa kali pake selang infus di lengan? Ratusan! Hihi… Maybe that’s why, daku begitu familiar dengan jarum suntik dan obat-obatan sejak kecil. Seperti pemakai narkoba tapi gak resmi, lah kan sama-sama sering disuntik, diambil darah, dan minum obat-obatan bukan? Tapi entahlah, daku merasa mungkin karena semua itu pula, daku harus terbujur di kasur pesakitan seperti sekarang, di rumah sakit yang ‘katanya’ berskala internasional. Iya, biayanya kaleeee yang internasional! Bisa-bisa pulang dari RS ini daku bugil dan kudu jual ginjal buat bayar biaya pengobatan, huhu…

Cerita awalnya sejak bulan April lalu, menjelang wisuda S 2 yang membuat daku harus ngurus ini dan itu, mondar mandir kayak setrikaan, keluar masuk kayak ingus, dan naik turun kayak monyet *bingung perumpaan yang pas apaan, hihi*. Lalu entah kenapa setelah acara prosesi wisuda S 2, kepala ini rasanya mau copot, berputar-putar gak karuan yang cukup mengerikan. Tapi daku cuekin aja, minum obat seadanya. Eh besok-besoknya mulai batuk-batuk parah. Wah bronkitisku kambuh nih… SMS sohib yang dokter minta resep, akhirnya daku tebus lah semuanya. Tapi hampir sebulan kemudian, sampe wisuda S 1 daku di bulan Mei ini, batuk itu hilang timbul kayak… *sial! Gak punya perumpamaan yang pas!* Belum lagi ditambah mata kedutan berhari-hari dan badan gatel-gatel semua. Dalam hati daku berkata,

“Daku emang ganteng, pasti semua orang ngefans ma daku.”

Eh bukan! Yang bener dalam hati daku berkata,

“Ada yang salah ma badan daku, tapi gak tau apa, tapi pasti ada yang gak beres.”

Daku pun pergi menyepi ke pantai, menangis diiringi deru ombak, dan burung-burung camar pun berhenti terbang menemani daku yang gundah. Kemudian daku sadar, ternyata semua itu fatamorgana, daku cuma lagi ngelamun di WC doang. Adanya cuma cicak buluk di langit-langit.

Beberapa hari setelah wisuda S 1, daku diundang Dek Icha untuk syukuran kelulusannya sebagai Sarjana Kedokteran. Wah tentu daku semangat datang ke rumahnya, selain udah lama tak bersua *selain pas wisuda kemaren*, daku juga pengen sekalian curhat mataku yang udah kedutan empat hari ini.

Setelah mengunyah semua makanan yang dihidangkan di rumahnya yang asri, daku pun menarik Icha buat konsultasi,

Dimas: “Dek Cha, curhat ni, kok mata kiriku kedutan terus ya empat hari ini?”

Icha: “Bentar Mas tak lihat… Eh Mas, lho? KOK?!”

Dimas: “Hah ada apa?” *panik mode on*

Icha: “Matamu kuning Mas!” *Icha menarik-narik daku ke kaca dinding* “Tuh Mas, iya kan?”

Dimas: “Haduh kenapa ini?!”

Icha: “Itu tanda-tanda ada gangguan hati Mas, bisa hepatitis…”

Dimas: “APA?! Kok bisa? Haduh ya wis Cha, daku besok tak check up ke RS aja.”

*langsung pusing bin stress*

Akhirnya esoknya daku terdampar di rumah sakit sendirian, ngantri ke dokter penyakit dalam untuk tau lebih lanjut. Setelah di cek sana dan cek sini, kesimpulannya, daku harus rawat inap alias opname!

Dokter: “Dimas opname sekarang ya, nanti di urus masalah kamarnya di bagian rawat inap.”

Dimas: “Iya dokter, tapi saya mau pulang dulu.”

Dokter: *bingung* “Lho kenapa? Kalo bisa langsung masuk saja.”

Dimas: “Saya harus beres-beres barang dulu, baru berangkat ke sini.”

Dokter: “Lho kan ada keluarga?”

Dimas: “Gak ada dok, semua di Jakarta.”

Dokter: “Temen-temen kos?”

Dimas: “Saya dikucilkan Dok…” *Boong ding!* “Ada sih Dok, tapi saya mau pulang dulu!” *tetep keukeh*

Dokter: *pasrah* “Ya udah, tapi nanti balik ke sini langsung masuk kamar ya.”

Daku buru-buru pulang ke kos, ambil koper, milih-milih baju yang akan dipake selama di rawat inap. Jo! Sumpah deh daku kayak mau liburan ke luar kota, hihi… Kalo ada kolam renang aja di RS, kali daku juga bakal bawa celana renang. Abis itu daku juga mulai milih-milih DVD yang mau dibawa, minjem modem Ageng buat bisa online terus di kamar pake laptop dan yang terakhir nyari bacaan yang mau dibawa. Tapi… Kok perasaan dah pada dibaca semua ya? Duh… Tentu aja daku tak habis ide, setelah Meika menjemputku untuk menuju ke RS, daku memohon padanya untuk minta di anter ke Galeria Mal, buat makan siang dan beli beberapa buku, hihi… Mana ada orang mau opname sempet jalan-jalan ke mall dan well prepared kayak daku ya?

Akhirnya daku masuk ke ruang rawat inap, pasang infus dan tidur di kasur pesakitan. Ya, daku harus berada di ruang seperti ini lagi… Walau terkadang memang sakit itu sungguh besar hikmahnya, kita jadi lebih merasa bersyukur bahwa begitu beruntungnya memiliki keluarga dan sahabat-sahabat di sekeliling yang sayang sama kita. Setiap telpon dengan nada khawatir, setiap pesan yang menanyakan mau dibawakan apa hari ini, menjenguk dengan membawa tawa dan cerita baru di ruangan, mengenalkan satu sahabat ke sahabat-sahabat lainnya, mereka yang menemani daku di setiap pergantian malam, dan mereka yang selalu meluangkan waktu diantara sibuknya hari. I do really feel lucky to have them all…

Walau akhirnya, daku ‘terbangun’ karena di vonis penyakit ini, tapi daku selalu yakin, hidup ini masih indah… Walau misal waktu yang tersisa hanya dua puluh tahun pun, ‘hadiah’ ini tak akan pernah mengubah seorang Dimas menjadi patah semangat, tak ada cerita lucu lagi yang tertutur, atau menghabiskan waktuku hanya menangis sesegukan di ujung kamar, hihihi.. Daku bertahan dan kalian juga, semua sahabatku, setiap baris doa yang kalian kirimkan sungguh berarti untukku, terima kasih sahabat… (*)

NB: terima kasih juga kuhaturkan untuk semua keluarga besar blogger Cah Andong yang sudah menjenguk dengan ceria dipimpin oleh Mami Tikabanget, hihi… Ditunggu foto-foto hasil jepretan Anto *kedip-kedip ke Anto* Daku janji nanti kalo dah sehat ikutan nongkrong di Juminten dah.

Author: Dimas Novriandi

An Indonesia-based lifestyle blogger covering city life, style, travel, gadget, book and menswear world.