Sore yang mencekam di kos-an Akobang (anak kos bu bambang). Hujan deras ditemani angin yang berhembus kencang sungguh membuat aku enggan beranjak dari kasur. Amit-amit deh kalo aku di suruh keluar kamar kalo gak ada yang penting-penting amat, kecuali tiba-tiba Dewi Perssik lewat depan kos, nah itu baru mau aku beranjak dengan gesit dari tempat tidur, hihi. Nah, alhasil setelah aku membaca koran-koranku *memang jamak, karena daku rapel baca koran Kontan edisi Kamis mpe Sabtu, duh!* akhirnya dengan sukses aku terlelap, memeluk guling dan mulut menganga.
Cesar: “Mas Dim! Ya ampun! *wajah shock* Bangun Mas! Kamarnya banjir!”
Dimas: “Hah jam berapa ini Sar?” *muka bodoh*
Dengan wajah berbentuk bantal aku mencoba mengumpulkan nyawa dan menatap ke lantai… HAH?! Sejak kapan boneka lumba-lumbaku bisa berenang di air? Keren banget!
*tersadar akan kebodohan*
Dimas: “CESAR! Airnya kok bisa MASUK kamar gini?! Astaga, tas gue! Laptop! Buku!”
*kepanikan stadium IV*
Dasarnya memang nasib apes, tadi siang berencana mau ngerjain skripsi dan tesis di luar kos batal total, jadinya tas ku yang biasanya ku taruh di atas meja dengan indahnya hanya kugeletakkan di karpet, alhasil semua barang di dalam tas menjadi korban tak berdosa. *TIDAK! Tolong! Menangis darah kalo data-data mpe hilang*
Sebenarnya ini sudah ke tiga kalinya banjir menimpa kami anak-anak kos yang di lantai dua, iya lantai dua! Aneh kan? Gak juga sih, karena air ini nongol bukanlah karena sulap ataupun sihir. Bukan juga karena global warming setempat. Air ini turun dari lantai tiga yang jadi tempat jemuran, nah karena saluran air di lantai itu tersumbat jadinya air gak sopan itu ngeloyor turun ke lantai dua via tangga marmer yang ada. Diceritain kayaknya pasti susah buat dibayangin, hihi. Tapi yang pasti, ini baru pertama kali kamarku menjadi korban.
Lalu, aku dan Cesar pun berjibaku menyelematkan barang-barang yang bisa diselamatkan. Tentu dengan kegalauan hati menatap karpet yang basah mengerikan menutupi secara penuh lantai kamarku. Tepatnya seperti tisu kelelep di laut. Ah karpet itu… Padahal dari jaman jebot daku dah pengen banget mau ngeluarin karpet biru itu karena pasti penuh akan debu. Dan memang terbukti, air di lantai ku pun berubah menjadi bewarna kecoklatan, ih! Jadi pengen minum susu coklat…
Ya ampun! Iya aku lupa, charger-chargerku! Charger laptop Apple, I-phone, camera digital Canon terbaruku! *baiklah, itu khayalanku aja* Maksudnya charger hape murahku dan laptop segera kusingkiran dari air tak bermoral itu. Lalu ku sadar, pengusir obat nyamuk eletrikku kelepep juga! Kutarik dengan gagah perkasa dan…
“ARGH! Anjrit! Nyetrum! Sialan! Benda murahan!”
Aku agak gak ikhlas kalo kesentrum terus kejang-kejang cuma karena benda bernama obat nyamuk elektrik. Kan lebih keren kalo kesetrum TV flat 41 inchi atau lemari es 3 pintu yang segede gajah. Iya kan?
Kepanikan demi kepanikan pun berlanjut dengan adegan aku, Cesar, Aji dan Andi membersihkan lantai. Eh bukan! Kami duduk manis di atas kasurku sambil makan coklat yang dibawa Aji, hihi… Acara ngemil bersama tetep gak ketinggalan.
Dimas: “Sar, coba cubit aku, kali aja mimpi.”
Sungguh aku masih gak terima dengan kesialanku hari ini. *wajah tertunduk menatap lantai*
Ku bilang ke anak-anak kos kalo lebih baik membersihkannya besok pagi saja, tapi setelah anak-anak itu kembali ke kamarnya masing-masing, datanglah bapak dan ibu kos lengkap dengan alat perang di tangan. Ya, mereka sudah bersiap jiwa dan raga untuk mengepel lantai. Yah kesempatan baik jangan di lewatkan bukan? Hihi…
Akhirnya dengan bantuan anak kos lainnya, Mas Gun dan Adit, kami ber tiga mulai menyingkirkan karpet jahanam itu dari kamar lalu mengeluarkan barang satu per satu. Mindahin lemari, dibelakangnya nemu buku. Mindahin meja, dibelakangnya nemu buku lainnya. Mindahin rak, dibelakangnya juga ada buku. Jadi aku baru tau, ternyata tempat nyimpan buku yang tepat adalah memang di belakang benda-benda besar. Itu trik supaya kita gak ngerasa berdosa kalo beli buku terus gak kebaca, haha.
Selain menemukan buku, yang paling menyenangkan adalah di bawah lemari begitu buanyak uang koin yang kutemukan. Sepertinya pesugihan manusia lemari berhasil! Hihi… Lumayan lah uang itu bisa ditabung di celengan kaleng Spongebobku yang sudah lama tak kuberi makan koin. Maklum, megangnya uang kertas terus, tapi seribuan…
Bapak dan ibu kos masih semangat mengepel lantai, sedangkan aku, Adit dan Mas Gun masih berusaha membersihkan lantai kamar. Setelah Ageng dan Cesar ikut membantu sebentar, pekerjaan rumah ini akhirnya kelar juga. Kamar sudah di pel dengan pewangi oleh ibu kos sambil bilang,
“Ini nanti jadi kenang-kenangan, kalo pas kamu udah punya anak terus ketemu ibu di sini, bisa buat bahan cerita.”
Aku pun hanya tersenyum. Yah setelah 10 tahun lebih aku di kamar ini, di kos ini. Baru kali ini aku mengepel dan mungkin besok bisa menyapu lantai kamarku sendiri. Biasanya cukup di vacuum atau di sapu dengan lidi. Setidaknya hidupku akan menjadi lebih sehat dan bugar.