Dear Diary,
Aku sedih. Hatiku hilang. Aku lelah mencarinya sampai aku terlelap. Dalam tangis kutanyakan pada setiap orang yang kutemui, “engkau tahu dimana hatiku? Tolong bantu aku mencarinya,” pintaku iba.
Diary, aku masih gundah. Aku mungkin pelupa. Tapi aku yakin, rasanya sungguh tak mungkin aku meletakkan hati ini diluar sadarku. Lagi pula, siapa yang tega membiarkan satu-satunya hati ini tersia-siakan?
Atau jangan-jangan… Iya! Aku yakin dia yang mencuri hatiku! Dia yang punya mata tajam dan senyum yang indah. Tuhan, kenapa Kau biarkan satu malaikatmu menampakan diri dihadapanku?
Sayang, baginya aku hanya embun pagi, hilang tak berbekas diterpa hangat sinar mentari, dan esok pun akan selalu tergantikan.
Ah, lebih baik kubiarkan dia mencuri hatiku. Tolong, jika engkau bosan dengan hatiku, kuburkan dia di sebelah hatimu. Tak perlu nisan. Karena aku terlalu rapuh akan kenangan.