Ini akan menjadi kali ketiga kami mengulang ujian Politik Hukum. Mata kuliah semester satu yang di ampu oleh Prof. Sugeng Istanto. Sesosok dosen hebat yang sampun sepuh, tapi selalu kukagumi karena semangat mengajarnya dan ketajaman daya ingatnya yang luar biasa. Aku saja yang masih muda dan tampan *du du du* sering merasa malu sendiri ketika beliau bisa berbicara dengan runtut mengenai suatu materi, sedangkan aku bisa apal sedikit materi aja udah sukur-sukur. Ah, itu kan soalnya jaman dulu belum ada sinetron stripping di tv, jadi racunnya belum banyak, hihi…
Aku dan dua sahabatku – Dita (cowok lho) dan Cahya – adalah tiga makhluk yang menghantui ruang-ruang ujian S 2 Hukum Bisnis UGM. Buku-buku tebal menutup wajah dan setumpuk fotokopian yang kadang hanya menambah beban hidup – karena belum sempat disentuh sama sekali – menjadi teman setia mengisi hari demi hari.
Sebenarnya mata kuliah Politik Hukum bukanlah mata kuliah yang cukup sulit, toh Prof. Sugeng selalu memberikan materi dengan runtut dan menarik. Tapi permasalahan utamanya adalah setelah dua kali mengikuti ujian matkul ini, nilai kami (dan rata-rata temen sekelas) adalah B. Terus kenapa di ulang?! Kalo Cahya sih memang karena dasarnya IPKnya dah cum laude (cum laude S 2 adalah diatas 3.75, catet trus garis bawah ya anak-anak!), sedangkan Dita bisa dipastikan akan menyusul Cahya yaitu terancam cum laude juga (IP semester dua kemaren 4 nol nol gitu!). Kalo kamu Dim? Huehe… Kasihan mereka berdua, kata orang tua kalo berduaan aja nanti yang ketiga adalah setan, nah aku setannya yang menghalangi mereka untuk mencapai impian, hihi…
Mengulang ujian Politik Hukum pertama:
Dita : “KD (Kak Dimas), katanya nih kalo ngerjain soal Pak Sugeng jawaban kita harus panjang dan jelas.”
Dimas: “Gitu ya? Jadi kalo mau dapet A kudu begitu?”
Cahya: “Iya Kak, jadi jawabannya harus oke, dikasih diagram-diagramnya juga.”
Dimas: “Oh sip kalo begitu, mari kita berjuang!” *efek api berkobar-kobar di atas kepala*
Dengan semangat empat lima dan air mata, kami mengerjakan soal-soal ujian Politik Hukum yang 5 soal itu dengan mengisi penuh dua halaman folio bergaris bolak-balik. Bo! Dua folio ya… Bukan satu bolak-balik thok. Ditambah highlight menggunakan stabilo untuk mempercantik jawaban kami. Kebayang kan betapa keritingnya jari kudu nulis segambreng, plus otak yang sampai meluber keluar dari kuping saking diperes buat mikir jawaban yang layak dan berperikehukuman itu. Nilai keluarnya? Tentu saja B berjamaah…
Mengulang ujian Politik Hukum kedua:
Cahya: “Kak, kata anak angkatan bawah yang dapet A kalo bisa jawabannya pake huruf latin! Terus harus urut juga jawabnya, jangan loncat-loncat.”
Dimas: “Huruf latin?!” *menelan ludah*
Cahya: “Iya, katanya begitu, Chy aja udah latian nulis latin di rumah, hihi…”
Dimas: “Haduh kalo gitu aku juga mau latian ntar, nanti aku SMS Dita.” *bertekad latian nulis latin di kertas folio di kos*
Alhasil, semalaman daku bergadang berusaha menulis latin yang tentunya terakhir aku pakai jaman SD gitu! Huhu… Setelah berjuang dengan keras akhirnya daku mulai terbiasa menulis latin, walau malah tampak seperti sandi rumput yang ditulis di atas kapal laut, hihi…
Akhirnya ketika ujian kami bertiga berjuang keras menjawab soal dengan jawaban yang panjang, dengan diagram, lengkap, urut plus tulisan latin sebagai penyempurna. Nilainya? Belum keluar gitu… Karena ujiannya juga baru seminggu yang lalu, hihi… Doakan kami!
Menjelang ujian Politik Hukum ketiga:
Dimas: “Eh kita mau ikutan lagi gak ujian Polhum? Kebetulan anak kelas beasiswa mau ujian matkul itu. Kita boleh ikut ujian kelas mereka ni.”
Cahya: “Hah iya ya? Haduh ikut gak ya?”
Dita: “Udah ikut aja iseng-iseng berhadiah kali.”
Dimas: “Belajar lagi dong Dit…” *dasar pemalas!*
*gosip mode on di kamarku*
Dita: “KD, katanya kalo mau jawab soal-soal Pak Sugeng selain harus lengkap, runtut, dan huruf latin, ada satu yang kurang dan belum kita lakuin.”
Dimas: “Hah opo maneh Dit?”
Dita: “Tulisan latin kita seharusnya MIRING KE KANAN!”
Dimas: *terdiam* “…………..”
Teman, pesan moralnya adalah tiada yang mudah dicapai dalam hidup ini. Begitu pun untuk meraih nilai terbaik di kuliah kita. Selama itu masih bisa kita lakukan, lakukanlah. Belajar giat dan penuh semangat tak lengkap bila tanpa berusaha memberikan jawaban sebaik mungkin ketika menempuh ujian. Bukan begitu?
Yah asalkan, selama dialognya tidak berubah seperti ini:
Dita: “KD, nilai kita masih B nih! Akhirnya aku tahu gimana jawab soalnya supaya bisa dapat A!”
Dimas: “Heh gimana Dit?! Mau! Mau!” *berbinar-binar*
Dita: “Ngerjain soalnya harus sambil mangap! Nah itu pasti dapet A ntar…”
Dimas: *ngepak-ngepak buku, masukin baju ke koper, pulang kampung untuk selamanya* (*)