#DearBangkok: Life is a puzzle.

“Hidup kita itu kayak dongeng, ya…,” potongan kalimat dari pembicaraan daku dengan sohib daku Hexa, disalah satu sudut mal di tengah kota Bangkok. Daku mengangguk-angguk setuju. Siapa yang pernah menyangka, kami bisa bekerja di luar negeri sebagai expat, di kota yang paling bersahabat untuk orang asing dengan lingkungan kantor yang gak ngoyo dalam bekerja. Lembur? Hampir gak pernah, karena begitulah budaya disini. Santai kayak di pantai. Belum lagi transportasi yang menyenangkan bebas macet dengan perjalanan menggunakan kereta. Plus, biaya hidup yang bisa dibilang lebih murah (dan surga belanja).

Tetapi kami sama-sama memiliki keinginan untuk pulang ke Jakarta. Hexa akan pulang dalam waktu dekat menyusul Meirza – sohib kami yang lain – yang telah back for good duluan. Apa kami gila? Gak juga, once again, life is not a matter of chance, but a matter of choice, right? Satu kalimat yang diajarkan sahabat saya Rizal, yang sekarang sudah setahun lebih dipercaya perusahaannya untuk penempatan di Amerika Serikat. Ketika pilihan-pilihan lain dalam hidup bermunculan dalam hidup, kita harus memilih. Dengan tegas.

“Kita punya Tuhan, Dim. Karena itu kita harus memilih dengan tegas dan ikhlas menjalani pilihan itu,” tambah Hexa. Sekali lagi daku mengangguk-angguk setuju. Kami yang memilih untuk bekerja disini, tapi kami juga bisa memilih untuk pulang. Memang, terkadang semua perjalanan dalam hidup, semua itu seperti puzzle misteri yang disusun satu persatu. Seperti Hexa yang sampai Bangkok ternyata untuk ‘menjemput jodoh’, bertemu dengan Nisa, sohib kami yang juga sudah pulang ke Jakarta, dan akan menikah dalam waktu dekat. Indeed, puzzle lain dalam hidupnya ditemukan. One of the biggest puzzle of his life.

Kami berdua menarik kebelakang apa yang terjadi dalam hidup kami. Bercerita betapa luar biasanya Tuhan memberikan rejekinya kepada kami. Hexa cerita, pernah dalam satu sesi training dia harus membuat ‘board of dream’ atau papan mimpi. Tanpa sadar dia memasang beberapa potongan foto dari koran, isinya adalah foto-foto tempat di luar negeri. Dia ingin ke luar negeri, tapi belum pernah sama sekali dalam hidupnya. Siapa sangka – tentu tangan Tuhan juga bekerja – setelah itu dia dipercaya training ke luar negeri sampai akhirnya bisa bekerja di Bangkok, dengan apartment tepat disebelah sungai Chao Phraya yang bikin daku gak mau pulang kalau kesana, hihi…

Daku? Pernah mimpi ke luar negeri? Banget! Tetapi siapa sangka, 3 tahun terakhir daku bisa ke luar negeri gratis. Mulai dari Singapore, Amerika Serikat, sampai Bangkok. Bukan buat bekerja, tapi purely jalan-jalan karena menang kompetisi atau undian, hihi. Daku jadi berfikir, jangan pernah mematikan mimpi kita. Kalau kita percaya, Insya Allah akan ada jalannya. Walau perjalanan nantinya tidak semulus yang dikira. Gak ada yang tahu kalau daku juga pernah gagal dua kali ke luar negeri hanya karena masalah passport. Walau ketika itu tiket sudah di tangan. Satu karena lupa diperpanjang, daku gagal ke KL. Satu lagi karena passport basah, daku gagal ke Hong Kong. Kesel sih, but that’s life. Ikhlasin aja kalau memang itu belum rejeki. Tuhan menutup satu pintu, Ia akan membuka ratusan pintu lainnya. Daku percaya itu.

Betul, hidup di luar negeri itu bagaikan dongeng. Tetapi dongeng terkadang hanya indah didengar ketika kita akan terlelap. Tinggal di luar negeri terkadang membuat daku lupa dengan apa yang terjadi di negara sendiri, daku jadi gak peduli dengan sekeliling, daku menjadi individu yang lebih kuat (dan egois). Karena itu, bertemu dengan sohib-sohib sebangsa di luar negeri itu seperti keluarga baru yang membantu kita untuk terus menginjak bumi. Bahwa hidup itu tak melulu indah layak di negeri dongeng. Setiap orang punya pilihan masing-masing dalam hidupnya. Daku memilih, suatu saat nanti pulang ke Jakarta demi bisa pasang muka datar di dalam kemacetan, ngetweet betapa stressnya lembur di kantor, tetapi bisa tertawa lepas berkumpul dengan sahabat-sahabat di salah satu coffee shop di Jakarta dan bisa pulang ke rumah membawa panganan favorit untuk keponakan-keponakan yang lucu. Teringat perbicangan daku dengan Rizal kalau lagi sama-sama kangen Indonesia, “Buset ya Dim, kita nyari duit kok sampai sejauh ini, sih? Kayak gak ada yang bisa bayar kita aja di Indonesia”. Hahaha. Walau ternyata misteri itu terjawab, jawabannya banyak, bahkan dengan pendapatan lebih besar. Tetapi semua kembali lagi tergantung kepada pilihan. Pulang atau tidak? Mau bekerja di perusahaan A atau B? Puzzle-puzzle lain kembali bertebaran dan tampaknya daku siap untuk memilih dengan ikhlas.

Life is a puzzle: It can shatter you to pieces in a moment’s time, but don’t ever quit, the pieces do fit, and eventually you’ll get the picture. (*)

Author: Dimas Novriandi

An Indonesia-based lifestyle blogger covering city life, style, travel, gadget, book and menswear world.