what is your passion?

Hari Minggu (19/12) kemarin, daku ngerasa beruntung banget bisa terpilih menjadi salah satu dari 200 orang yang mendapatkan undangan untuk menghadiri acara TEDx di Gedung Perfilman Usmar Ismail. Kenapa, Dim? Daku seneng karena di ajang ini daku bisa berkumpul dan bertemu dengan warga Jakarta (bahkan dari luar Jakarta juga) yang memiliki passion yang sama mengenai Technology, Entertainment dan Design (karena itu dinamakan TED) dan bisa dengerin hal-hal inspiratif dari tokoh-tokoh ternama di Indonesia. Kalo di luar negeri, acara TEDx ini sendiri udah diselenggarain secara independen di berbagai negara di dunia dan ngehadirin pembicara kondang kayak Bill Gates, Bill Clinton, serta Sir Richard Branson.

Pada TEDx Jakarta ke-6 kemarin yang mengangkat tema ‘SOMETHINK DIFFERENT’ *dan daku baru sekali ini datang ke acara TEDx*, daku bisa dengerin secara langsung beberapa pembicara yang inspiratif seperti Anies Baswedan, yang berbagi ide mengenai ‘Indonesia Mengajar’, sebuah proyek untuk mengirim lulusan terbaik Indonesia ke beberapa wilayah yang memiliki keterbatasan guru berkualitas pada tingkat Sekolah Dasar; Betti S. Alisjahbana, salah satu dari pelaku bisnis perempuan yang diakui di Indonesia dan juga mantan CEO IBM Indonesia, serta tentu saja favorit daku, yaitu Mas Rene Suhardono, penulis “Your Job Is Not Your Career” yang lebih dikenal sebagai seorang career coach 

di TEDx bareng tika, daniel, dan natalia (photo by thomas arie)
di TEDx bareng tika, daniel, dan natalia (photo by thomas arie)

Daku tergugah mendengar paparan Rene yang membahas bahwa karir itu akan lebih indah dijalani kalo ‘pekerjaan’ itu memang passion kita. Yap, daku sendiri udah membaca buku Rene beberapa kali dan sesekali membaca kolomnya di salah satu harian nasional. Satu kunci yang selalu disampaikan Rene, adalah pentingnya passion dalam bekerja. Setelah membaca bukunya, kata passion ini pun terus berdenging dipikiranku. Apa sih passion daku? Daku mau jadi apa sih nantinya? Daku hanya bisa menjawab, “Daku gak tahu, hihi…”. Dan daku yakin, daku gak sendiri. 

Pikiran daku pun terbang ke beberapa tahun kebelakang. Inget banget dulu pas jaman penjurusan di SMU (sekarang SMA), daku pengen banget masuk kelas IPS. Karena daku tau, daku nantinya pengen kuliah di jurusan sosial. Tetapi saat ini guru BP keukeh daku harus masuk IPA, karena nilai daku yang ‘lebih pantas’ untuk masuk jurusan itu. Akhirnya daku pun ngejalanin sekolah bisa dibilang rada ogah-ogahan, mana awal masuk pake sakit thypus hampir sebulan. Akhirnya waktu masuk kelas, daku bengong dengan progress pelajaran eksak yang lebih rumit dari kisah hidup Fitri di Cinta Fitri itu. Alhasil, selama setahun di kelas 3 SMU, daku pun memilih ikut les bimbingan belajar dengan konsentrasi IPS. Yes, I know my passion.

Ketika mau masuk kuliah, daku bingung lagi. Daku pengen kuliah jurusan Komunikasi di salah satu universitas negeri. Sayang banget daku gagal masuk di jurusan itu dan malah diterima di jurusan lain. Pendek cerita daku pun kuliah di jurusan Akuntansi dan Hukum di dua universitas berbeda. Lucunya, kedua jurusan itu gak bisa dibilang passion daku juga, sih *ambil tali, bunuh diri*. Untungnya, daku bisa bekerja part-time sesuai kesukaan dan hobi daku, dari bidang broadcasting sampe marketing daku jalani sambil kuliah. Daku pun juga sempet menjadi jurnalis majalah kampus untuk beberapa saat, simply because I love writing. Lagi pula daku berfikir, kita bisa belajar apapun itu, toh gelar nantinya hanya menjadi salah satu persyaratan administrasi  untuk tes kerja, yang penting lulus dengan IPK bagus dan pola berfikir kita sudah terbentuk dengan baik.
.
Lagi-lagi, pikiran daku terbang ke beberapa waktu yang lalu, ketika sahabat daku, Rizal – yang sekarang menjadi salah satu marketer handal dan menjadi salah satu anak negeri yang ditarik perusahaan MNC induknya untuk bekerja di Amerika Serikat – memberikan wejangan.
Dia bilang, “life is not a matter of chance, but a matter of choice, Dimas.”
Daku ingat bimbangnya dia ketika ditawari pekerjaan menjadi presenter berita di salah satu TV terbaik yang menjadi passionnya, tetapi Rizal lebih memilih berkarir di bidang marketing. Dan ternyata pilihannya tak salah. Tetapi daku juga sangat kagum dengan sahabat-sahabat daku yang lain, yang berani dan percaya untuk menjalani passionnya, seperti Mas Deka yang baru saja resign dari karirnya di bidang broadcasting untuk lebih serius menulis novel dan berkarir di bidang lainnya yang ia suka. Ataupun si cantik Sasha yang meninggalkan pekerjaan penuhnya sebagai konsultan PR handal untuk menjadi fotografer dengan hasil-hasil karyanya yang luar biasa. Yah, daku iri dengan mereka. Mereka memilih untuk menjalani hidupnya sesuai kata hati, sesuai passion mereka.

Saat ini, daku sendiri rasanya masih berdiri dengan dua kaki dengan dua pijakan yang berbeda. Yap, daku akhirnya memang bekerja yang bersentuhan dengan bidang hukum, yang ternyata, hei, that isn’t as bad as I thought before! Haha… Walau di waktu senggang daku masih suka membaca buku dan majalah yang bersentuhan dengan dunia marketing, PR, dan dunia digital. Apakah pekerjaan ini passion daku? Entahlah, setidaknya yang terpenting daku happy ngejalaninnya.  Toh, di waktu sela daku masih bisa melakukan apa yang daku suka. Tampaknya sampat saat ini, semua kesempatan yang ada sudah cukup membuat daku bahagia.

Daku pun jadi ingat ada satu quote yang bilang,

 “Decisions are the hardest to make especially when its a choice between where you should be and where you want to be.”

Jadi, apakah kamu sudah menjalani passion kamu, kawan? J (*) 

Author: Dimas Novriandi

An Indonesia-based lifestyle blogger covering city life, style, travel, gadget, book and menswear world.